Yogyakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) Prof. Arlina Dewi mengatakan puskesmas harus mampu menyelesaikan sebagian besar kasus kesehatan umum agar rumah sakit dapat fokus pada penanganan kasus berat.
"Jika layanan primer berjalan optimal, lebih dari 70 persen kasus sebenarnya bisa selesai di puskesmas atau klinik," ujar Arlina di Yogyakarta, Senin.
Kondisi itu, menurut dia, bergantung pada keberadaan tenaga medis yang memadai di layanan primer, sementara hingga kini masih banyak puskesmas yang tidak memiliki dokter.
Mengacu data BPJS Kesehatan, ia menyebut masih terdapat 454 puskesmas tanpa dokter umum dan 2.375 puskesmas tanpa dokter gigi.
Baca juga: Menkes dorong percepatan pemenuhan dokter spesialis nasional
Minimnya tenaga medis, menurut dia, membuat puskesmas tidak dapat menjalankan fungsi strategis sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dokter umum berperan sebagai "gatekeeper" yang menentukan alur layanan.
"Kalau 'gatekeeper' tidak berfungsi, alur sistem kesehatan menjadi berantakan. Rumah sakit menerima pasien yang seharusnya ditangani di layanan primer, sementara kasus yang semestinya ditangani dokter spesialis justru tertunda. Ini bukan hanya soal jumlah dokter, tetapi juga distribusi yang tidak merata," katanya.
Peningkatan rujukan akibat tidak optimalnya layanan primer berimbas pada naiknya beban biaya negara karena layanan yang mestinya dapat ditangani dokter primer akhirnya harus ditangani dokter spesialis di rumah sakit, yang biayanya jauh lebih tinggi.
Situasi tersebut semakin berat karena ketersediaan dokter di Indonesia masih jauh dari standar ideal.
Baca juga: UIN Jakarta kantongi izin prodi pendidikan dokter spesialis obstetri
Dengan populasi 278 juta jiwa, menurut dia, idealnya Indonesia membutuhkan setidaknya 278 ribu dokter sesuai standar WHO yang menetapkan rasio satu dokter per 1.000 penduduk.
Namun hingga saat ini jumlah dokter umum baru sekitar 180 ribu, sementara dokter gigi hanya sekitar 43 ribu.
"Banyak dokter memilih bertugas di kota besar karena fasilitas lebih lengkap, sementara di daerah 3T puskesmas bahkan tidak memiliki satu dokter pun," ujar Arlina.
Ia menegaskan bahwa keberadaan dokter di puskesmas dan klinik merupakan fondasi untuk mengendalikan beban rujukan dan memastikan layanan dasar terpenuhi.
"Tanpa dokter di puskesmas, sistem rujukan akan terus membengkak, biaya negara meningkat, dan masyarakat yang paling dirugikan karena akses layanan dasar tidak terpenuhi," kata dia.
Baca juga: Pemerataan dokter, pemerintah siapkan 150 prodi dokter spesialis baru
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































