Shanghai (ANTARA) - Dalam kemajuan signifikan yang berpotensi menjadi penentu masa depan kendaraan listrik, tim peneliti dari China berhasil mengidentifikasi mekanisme di balik kegagalan baterai lithium solid-state.
Menemukan akar masalah
Tidak seperti elektrolit cair yang digunakan pada baterai konvensional, elektrolit padat sulit untuk menyerap tekanan yang disebabkan oleh ekspansi dan kontraksi lithium selama siklus pengisian daya.
Tekanan itu dapat menyebabkan keretakan atau pembentukan dendrit, yakni struktur-struktur kecil seperti jarum yang dapat memicu korsleting. Oleh karena itu, cara mengatasi tekanan tersebut menjadi tantangan besar bagi industrialisasi teknologi baterai solid state.
Dalam studi baru mereka, para peneliti dari Universitas Tongji dan Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Huazhong menemukan bahwa kegagalan baterai solid-state berkaitan erat dengan kelelahan siklus pada anode logam lithium.
Para peneliti juga mengamati bahwa kelelahan itu sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika yang telah terdefinisi dengan baik, seperti misalnya jika anda menekuk penjepit kertas secara berulang-ulang akan membuat besi penjepit kertas makin lemah hingga akhirnya patah.
Temuan ini, yang telah dipublikasikan pada Jumat (18/4) dalam jurnal Science memberikan kerangka kerja kuantitatif untuk memprediksi siklus masa pakai baterai dan membuka jalur baru untuk merancang sistem penyimpanan energi yang lebih tahan lama.
"Penelitian ini mengakui pentingnya faktor kelelahan dalam kinerja anode logam lithium pada baterai solid-state," kata Jagjit Nanda dan Sergiy Kalnaus, dua ilmuwan baterai asal Amerika Serikat (AS) dalam sebuah perspektif tentang penelitian tersebut.
Revolusi baterai
Penelitian tersebut menggarisbawahi investasi penelitian dan pengembangan (litbang) China yang berkelanjutan di bidang elektrokimia dalam beberapa tahun terakhir. Terobosan-terobosan tersebut kini mendorong keunggulan industri China dan membuka jalan bagi negara itu untuk mengulangi kesuksesannya dalam revolusi teknologi baterai yang akan datang.
Baterai solid-state, yang menggunakan elektrolit padat alih-alih elektrolit cair, mampu mencapai kepadatan energi yang jauh lebih tinggi (hingga 500 watt jam/kg) dibandingkan baterai lithium-ion cair tradisional (200-300 watt jam/kg). Keunggulan itu memberikan lebih banyak energi dalam volume yang sama dan mengurangi ukuran baterai.
Baterai solid-state juga memiliki stabilitas termal yang lebih baik, tidak mudah terbakar, dan tidak berisiko mengalami kebocoran cairan, sehingga secara signifikan menurunkan risiko terjadinya kebakaran spontan dan ledakan.
Ouyang Minggao, seorang ahli sistem tenaga energi baru sekaligus profesor di Universitas Tsinghua memperkirakan bahwa untuk mencapai kepadatan energi 500 watt jam/kg akan bergantung pada kemajuan penting dalam ilmu material, dengan 2027 akan menjadi tahun yang sangat penting untuk inovasi terobosan.
Dua raksasa baterai China, CATL dan BYD telah menetapkan tahun 2027 sebagai target mereka untuk memproduksi baterai solid-state dalam skala kecil.
Tim-tim penelitian ilmiah kian mengintensifkan kolaborasi mereka dengan perusahaan-perusahaan baterai terdepan guna mempercepat komersialisasi teknologi tersebut.
Institut Teknologi Canggih Shenzhen, yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China, telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan BYD, dengan berfokus pada bidang-bidang mutakhir seperti baterai solid-state.
CTO Divisi Baterai BYD Sun Huajun memperkirakan bahwa baterai solid-state akan mencapai pengaplikasian skala besar sekitar tahun 2030 mendatang.
Keunggulan China dalam memproduksi baterai solid-state secara massal terletak pada skala industri dan pasarnya yang sangat besar.
"Dengan rantai industri paling lengkap, pasar paling besar, dan jumlah peneliti paling banyak, kami sangat percaya diri dengan pendekatan dan peta jalan China untuk teknologi ini," ujar Wakil Presiden SAIC Motor Zu Sijie.