Kunming, China (ANTARA) - Di tengah kabut pagi, suara klakson kapal membelah keheningan saat sebuah tongkang sarat durian Musang King asal Thailand perlahan merapat di Pelabuhan Guanlei yang berada di Prefektur Otonom Etnis Dai Xishuangbanna, Provinsi Yunnan, China barat daya.
Dalam waktu kurang dari 48 jam, sang "raja buah" itu akan tiba di pasar buah Kunming dan rak-rak supermarket di Chongqing. Di sisi lain dermaga, puluhan truk berat buatan China sedang mengantre untuk naik ke kapal, bersiap menyusuri "jalur emas" Sungai Lancang-Mekong menuju Myanmar.
Pelabuhan perbatasan ini dalam bahasa etnis Dai berarti "tempat mengejar rusa emas", menjadi titik di mana Sungai Lancang mengalir keluar dari wilayah China, dan kini menyaksikan kebangkitan jalur perdagangan penting yang menghubungkan China dengan negara-negara Asia Tenggara.
Menurut data dari Bea Cukai Xishuangbanna, volume perdagangan ekspor dan impor di Pelabuhan Guanlei mencapai 125.600 ton pada paruh pertama (H1) 2025, dengan nilai total sebesar 1,547 miliar yuan (1 yuan = Rp2.272).
Angka ini menunjukkan kenaikan masing-masing sebesar 92,8 persen dan 136,5 persen secara tahunan (year on year/yoy). Di antara komoditas ekspor tersebut, nilai ekspor truk derek, traktor, dan kendaraan berat lainnya tercatat sebesar 38,74 juta yuan, meningkat 30,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Truk berat buatan China sangat diminati di Myanmar karena memiliki tenaga besar, kabin yang luas, dan kenyamanan berkendara yang baik," ujar Ouyang Xing, direktur Xingde International Freight. "Bea cukai memberikan layanan satu pintu dan solusi pengawasan yang disesuaikan, sehingga membuat ekspor kendaraan jauh lebih efisien dan meningkatkan kepuasan para pelanggan."
Namun, peningkatan volume perdagangan sempat terhambat oleh keterbatasan akses darat antara pelabuhan dan jaringan jalan tol. "Sebelumnya, jarak sejauh 28 kilometer dari Pelabuhan Guanlei ke Jalan Tol Mengyuan membutuhkan waktu lebih dari satu jam dengan kendaraan truk, terutama saat musim hujan," papar Dong Dongdong, wakil kepala Kantor Bea Cukai Guanlei.
Situasi tersebut kini telah mengalami perubahan signifikan. Pada awal Juli 2025, Jalan Tol Mengyuan-Guanlei resmi dioperasikan dan terintegrasi ke dalam jaringan jalan tol nasional. Kini, waktu tempuh pengangkutan barang dari Pelabuhan Guanlei ke jalan tol tersebut hanya membutuhkan sekitar 10 menit.

"Anda tinggal di hulu, saya tinggal di hilir. Kita berbagi air dari sungai yang sama." Ungkapan puitis yang dikenal luas di sepanjang aliran Sungai Lancang-Mekong ini mencerminkan eratnya hubungan antarnegara di kawasan tersebut.
Kini, sungai yang sama semakin memperkuat konektivitas logistik antara China, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
Dari Pelabuhan Guanlei, truk berat dan mesin pertanian buatan China kini secara rutin diekspor ke negara-negara Asia Tenggara.
Sementara itu, buah-buahan beriklim sedang asal Yunnan, seperti apel dan anggur, juga dipasok ke pasar ASEAN melalui jalur yang sama. Sebaliknya, komoditas tropis seperti karet dari Myanmar dan tebu dari Thailand turut memanfaatkan jalur ini untuk memasuki pasar China.
Menurut para ahli, dengan semakin lengkapnya infrastruktur di Pelabuhan Guanlei, jalur sungai Lancang-Mekong dapat terintegrasi secara efisien dengan jalur darat Kunming-Mandalay, Jalur Kereta China-Laos, serta jaringan transportasi udara. Integrasi ini akan membentuk sistem konektivitas multimoda "air-darat-udara-jalur kereta" yang modern.
Hal ini tidak hanya memperkuat keunggulan geografis Provinsi Yunnan dan kawasan barat daya China, tetapi juga mempercepat pembangunan wilayah perbatasan dan memperdalam kerja sama ekonomi antara China dan negara-negara di subkawasan Mekong serta para mitra Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra.
Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.