BI nilai perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat tarif AS

4 hours ago 2
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 masih berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu sekitar 3 persen.

Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menilai perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian yang masih tinggi.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025 secara daring di Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa berbagai indikator menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian besar negara disertai dengan disparitas pertumbuhan antarnegara.

Di AS, keyakinan pelaku ekonomi menurun seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan naiknya tingkat pengangguran.

Kinerja ekonomi Tiongkok juga melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS sebagai dampak tarif resiprokal yang diterapkan AS serta melemahnya permintaan domestik, khususnya investasi.

Ekonomi Eropa dan Jepang juga dalam tren menurun sejalan dengan tertekannya kinerja ekspor. Sementara itu, ekonomi India sedikit meningkat ditopang oleh stimulus fiskal untuk mendorong konsumsi rumah tangga.

“Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 masih berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu sekitar 3 persen,” kata Perry.

Ia menambahkan, prospek ekonomi dunia yang belum kuat dan menurunnya tekanan inflasi mendorong sebagian bank sentral menempuh kebijakan moneter akomodatif kecuali di Jepang.

Selanjutnya, BI memandang probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran AS dan juga tren penurunan inflasi di negara tersebut.

“Probabilitas penurunan Fed Funds Rate juga semakin tinggi. Dan kita akan menunggu keputusan penurunan Fed Funds Rate itu tentu saja pada esok hari,” kata Perry.

Di pasar keuangan global, imbal hasil atau yield US Treasury menurun sejalan dengan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate dan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar AS atau DXY.

Dengan masih tingginya ketidakpastian, Perry mengatakan bahwa aliran modal global ke komoditas emas semakin meningkat. Sedangkan aliran modal ke emerging market sedikit tertahan.

“Ke depan, volatilitas pasar keuangan global masih terus berlanjut, sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri,” kata Perry pula.

Baca juga: Kadin Indonesia ajak pemerintah-dunia usaha wujudkan industri hijau

Baca juga: Perbanas: Indonesia masih beruntung di tengah gejolak ekonomi global

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |