Jakarta (ANTARA) - Crystal Palace didenda 10.000 euro (sekira Rp 194 juta) oleh UEFA atas spanduk yang dipasang para pendukungnya saat menghadapi Fredrikstad pada pertandingan play-off Conference League, yang dimainkan pada 22 Agustus.
Sanksi tersebut dijatuhkan karena dianggap merusak reputasi UEFA dan menyampaikan pesan yang tidak pantas untuk sebuah acara olahraga, berdasarkan pasal 16(2)(e) dan 11(2)(d) regulasi UEFA, dikutip dari New York Times.
Pendukung Palace membentangkan spanduk bertuliskan "UEFA MAFIA" dengan logo badan sepak bola Eropa itu yang dimodifikasi. Pada spanduk itu peta Eropa diganti dengan simbol euro.
Spanduk itu terlihat dalam beberapa kesempatan, termasuk pada pertandingan Community Shield melawan Liverpool di Wembley, pertandingan pembukaan Liga Inggris melawan Chelsea, serta pertandingan leg pertama yang dimenangi Palace dengan skor 1-0.
Baca juga: UEFA larang Crystal Palace berkompetisi di Liga Europa musim depan
Aksi protes tersebut muncul setelah klub asal London selatan itu diturunkan ke Liga Conference, dari Liga Europa akibat melanggar aturan kepemilikan multi klub (multi-club ownership/MCO). Nottingham Forest menggantikan Palace di Liga Europa.
Palace awalnya lolos ke Liga Europa setelah menjuarai Piala FA 2024-25, lewat gol tunggal Eberechi Eze di final Wembley melawan Manchester City.
Namun, UEFA memutuskan bahwa kepemilikan 43 persen saham Palace oleh Eagle Football, melalui ketuanya John Textor, bersamaan dengan mayoritas kepemilikan mereka di klub Prancis Lyon, setelah keduanya sama-sama lolos ke Liga Europa.
Lyon mendapat prioritas atas Palace, yang hanya finis di posisi ke-12 Liga Inggris, karena menempati peringkat lebih tinggi yakni posisi keenam di Liga Prancis.
Sejak itu, Eagle Football telah menjual saham mereka di Palace kepada Woody Johnson.
Baca juga: Crystal Palace tak terima diturunkan ke Liga Conference
Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.