Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Said Abdullah menyarankan para pemimpin dunia agar menghimpun komitmen internasionalnya dalam menguatkan kembali kelembagaan internasional sebagaimana fungsinya di tengah perselisihan tarif dagang dunia.
Said mengatakan penguatan kembali fungsi lembaga internasional, seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), serta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) diperlukan agar tidak ada lagi satu atau dua negara yang dengan bebas berlaku sewenang-wenang dan egois.
"Mari kita bergandengan lebih erat, membulatkan tekad, serta kuatkan dan sempurnakan kembali WTO, IMF, dan Bank Dunia sebagai jalur penyelesaian internasional yang lebih adil," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan sejak pecah perang tarif antara China dengan Amerika Serikat tahun 2018 dan berlanjut hingga kini, bahkan eskalasinya meluas ke banyak negara setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif ke banyak negara, tatanan internasional kini menjadi tak beraturan.
Namun, Said mengaku heran tidak ada satu pun negara yang membawa kasus pemberlakuan tarif AS secara sepihak ke sidang WTO.
Baca juga: Indef soroti ancaman kompetitor meski tarif impor AS untuk RI terendah
Padahal sejak WTO berdiri, sebanyak 631 kasus sengketa perdagangan internasional telah dibawa ke meja hijau WTO, dengan 503 di antaranya masuk ke tingkat banding.
Dikatakan bahwa saat ini negara-negara lebih memilih berunding dengan Negeri Paman Sam, meskipun memiliki posisi tawar yang lemah.
Kendati demikian, Said melihat langkah perundingan berbagai negara tersebut bukan seperti berunding, tetapi hanya meminta belas kasih dari AS.
"Hanya China yang bertahan, teguh dalam meladeni AS di arena perang tarif," tuturnya.
Untuk itu, ia mengajak semua negara untuk berpikir secara multilateral dan kini saatnya WTO membuktikan diri bahwa lembaga iyu duduk untuk kepentingan internasional.
Baca juga: Wamendag sebut negosiasi tarif Indonesia-AS diputuskan pada Agustus
Pada Minggu (6/7), Trump mengatakan Amerika hampir menyelesaikan beberapa perjanjian dagang dalam beberapa hari mendatang dan akan memberitahukan negara-negara lain tentang tingkat tarif yang lebih tinggi paling lambat pada 9 Juli 2025, dengan tingkat tarif yang lebih tinggi akan berlaku pada 1 Agustus 2025.
Secara terpisah, Trump mengumumkan bahwa tarif tambahan sebesar 10 persen akan dikenakan kepada negara-negara yang berpihak pada kebijakan anti Amerika, yaitu BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Di sisi lain, para pemimpin negara-negara anggota BRICS menyoroti kebijakan tarif perdagangan Trump dalam pernyataan bersama pada Senin (7/7), dengan memberikan peringatan terhadap "tindakan proteksionis sepihak yang tidak dapat dibenarkan, termasuk peningkatan tarif timbal balik yang tidak pandang bulu".
Tanpa menyebut AS, para pemimpin BRICS menyuarakan kekhawatiran serius mengenai munculnya tarif sepihak (unilateral) dan tindakan non-tarif yang mendistorsi perdagangan dan tidak konsisten dengan peraturan WTO.
Baca juga: BI: Kesepakatan tarif RI-AS akan berdampak positif ke pasar keuangan
Baca juga: ASEAN: Tarif sepihak perburuk fragmentasi ekonomi global
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.