Apa Itu iktikaf? Ini pengertian, hukum, dan waktu pelaksanaannya

7 hours ago 6

Jakarta (ANTARA) - Setiap datangnya bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu amalan yang memiliki keutamaan besar adalah iktikaf, yaitu berdiam diri di masjid dengan niat beribadah sepenuhnya.

Iktikaf biasanya dilakukan pada 10 hari terakhir Ramadhan, di mana seseorang meninggalkan kesibukan duniawi untuk fokus berdoa, membaca Al-Quran, dan memperbanyak ibadah lainnya.

Tradisi ini bukan sekadar menghabiskan waktu di masjid, tetapi juga menjadi sarana untuk merenung, memperbaiki diri, dan mencari malam Lailatul Qadar yang penuh kemuliaan.

Berikut ini adalah penjelasan lebih dalam mengenai ibadah iktikaf di bulan Ramadhan, yang telah dilansir dari situs Nu online dan berbagai sumber.

Pengertian iktikaf

Secara bahasa, iktikaf berasal dari kata "akafa–ya’kifu–ukufan" , jika dikaitkan dengan frasa an al-amr, maka maknanya adalah mencegah. Sementara jika digabungkan dengan kata ‘ala, maka artinya menjadi menetapi atau tetap berada dalam suatu keadaan. Dari sini, kata iktikaf berkembang menjadi i’takafa-ya’takifu-i’tikafan, yang bermakna menetap atau tinggal di suatu tempat untuk tujuan tertentu.

Dalam istilah syariat, iktikaf merujuk pada aktivitas berdiam diri di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selama iktikaf, seseorang disunnahkan untuk memperbanyak ibadah seperti shalat, dzikir, membaca Al-Quran, serta berbagai amalan baik lainnya. Tujuannya adalah meningkatkan keimanan sekaligus menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat atau tercela.

Hukum iktikaf dan waktu pelaksanaannya

Hukum iktikaf merupakan amalan sunnah yang dapat dilakukan kapan saja selama seseorang memiliki kesempatan, namun yang paling utama adalah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Hadis berikut menunjukkan bahwa Rasulullah SAW selalu melakukan iktikaf pada waktu tersebut hingga akhir hayatnya, dan setelah beliau wafat, para istri beliau pun tetap melaksanakannya:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

"Dari Aisyah r.a., istri Nabi SAW, menuturkan bahwa Rasulullah SAW melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya tetap melaksanakannya setelah beliau wafat." (HR. al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006)

Selain itu, ada riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah melewatkan iktikaf selama satu tahun, sehingga pada tahun berikutnya beliau menggantinya dengan iktikaf selama dua puluh hari:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

"Dari Ubay bin Ka’ab r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW biasa beriktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Namun, suatu tahun beliau tidak bisa melakukannya karena sedang bepergian. Maka, pada tahun berikutnya beliau menggantinya dengan i’tikaf selama dua puluh hari." (HR. Abu Dawud: 2107, Ibn Majah: 1760, dan Ahmad: 20317)

Meski lebih sering dilakukan pada bulan Ramadhan, iktikaf juga dapat dikerjakan di luar bulan tersebut. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَكُنْتُ أَضْرِبُ لَهُ خِبَاءً فَيُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ يَدْخُلُهُ فَاسْتَأْذَنَتْ حَفْصَةُ عَائِشَةَ أَنْ تَضْرِبَ خِبَاءً فَأَذِنَتْ لَهَا فَضَرَبَتْ خِبَاءً فَلَمَّا رَأَتْهُ زَيْنَبُ ابْنَةُ جَحْشٍ ضَرَبَتْ خِبَاءً آخَرَ فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى الْأَخْبِيَةَ فَقَالَ مَا هَذَا فَأُخْبِرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَالْبِرَّ تُرَوْنَ بِهِنَّ فَتَرَكَ الِاعْتِكَافَ ذَلِكَ الشَّهْرَ ثُمَّ اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ

"Dari Aisyah r.a., ia berkata bahwa Nabi SAW biasa beriktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Aku pun memasang tirai untuk beliau. Setelah melaksanakan shalat Shubuh, beliau masuk ke dalamnya. Kemudian Hafsah meminta izin kepada Aisyah untuk memasang tirai, lalu diizinkan. Setelah itu, Zainab binti Jahsyi melihatnya dan ikut memasang tirai juga. Ketika pagi tiba, Nabi SAW melihat banyak tirai yang terpasang, lalu bertanya: 'Apakah kalian menganggap ini sebagai suatu kebaikan?' Setelah itu, beliau memutuskan untuk tidak melaksanakan i’tikaf pada bulan tersebut. Namun, sebagai gantinya, beliau beriktikaf selama sepuluh hari di bulan Syawal." (HR. al-Bukhari: 1892 dan Muslim: 2007)

Dari hadis-hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa iktikaf merupakan ibadah yang dianjurkan, terutama di bulan Ramadhan. Namun, jika seseorang berhalangan melakukannya, maka boleh menggantinya di waktu lain, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di bulan Syawal.

Baca juga: Manfaat iktikaf dan perbuatan yang bisa membatalkannya

Baca juga: Panduan lengkap melaksanakan iktikaf: Rukun, syarat sah, dan niatnya

Baca juga: Hukum iktikaf bagi wanita haid di 10 malam terakhir Ramadhan

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |