Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Rajiv mengingatkan para distributor dan kios agar tidak mempermainkan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani.
Rajiv menyebut banyak petani sudah melengkapi persyaratan untuk menebus pupuk subsidi, namun kerap mendapat alasan stok kosong dari kios pupuk
"Hal ini tidak boleh dibiarkan karena pupuk tersedia dan harus disalurkan sesuai ketentuan. Misalnya, saya cek di Kabupaten Bandung ternyata penyerapan pupuk subsidinya rendah sekitar 40-50 persen. Ada apa ini?,” kata Rajiv dikutip dari keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut dikemukakannya saat kegiatan bimbingan teknis (bimtek) di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung pada Rabu (17/9).
Ia kemudian menegaskan Komisi IV DPR RI siap menindak tegas jika ada distributor maupun kios yang sengaja menggelapkan pupuk atau mempersulit petani.
Kegiatan bimtek tersebut digelar Komisi IV DPR bersama PT Pupuk Indonesia untuk memberikan pemahaman tata cara penyaluran pupuk bersubsidi dan mendorong perbaikan tata kelola distribusi pupuk yang menjadi program pemerintah.
Rajiv menekankan bahwa tugas utama sebagai mitra kerja pemerintah di bidang pertanian adalah memastikan program pupuk subsidi berjalan baik, transparan, dan tepat sasaran.
“Kalau ditemukan ada yang mempermainkan petani, izinnya akan saya cabut dan proses hukum jalan,” tegasnya.
Selain memberi peringatan, Rajiv juga mengajak petani bekerja sama agar bisa menebus pupuk subsidi sesuai harga yang ditetapkan.
Ia juga meluruskan miskomunikasi di kalangan petani terkait syarat pembelian pupuk.
Menurut dia, meski bisa menggunakan KTP, petani tetap harus terdaftar dalam sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Dengan adanya bimtek ini, Rajiv berharap petani tidak lagi bingung saat menebus pupuk bersubsidi.
"Distribusi pupuk subsidi harus tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat jumlah sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Pewarta: Aria Ananda
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.