Jakarta (ANTARA) - Film sering kali menjadi media yang kuat untuk menunjukkan realitas dan inspirasi dari perjuangan para guru, sosok pahlawan tanpa tanda jasa dalam mencerdaskan generasi bangsa ini.
Menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa yang penuh dengan tantangan, dedikasi, hingga pengorbanan, terlebih di tengah sistem pendidikan yang sering kali menghadapi berbagai kendala.
Meskipun banyaknya tantangan yang mereka hadapi, semangat para guru tidak pernah pudar.
Maka dari itu, untuk merayakan Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November ini, Anda bisa mengisinya dengan menonton film yang menceritakan kisah perjuangan para guru.
Melalui film, penonton dapat mencermati realita pendidikan, merasakan semangat para guru, sekaligus dapat menghargai peran mereka dalam dunia pendidikan.
Berikut delapan rekomendasi film tentang perjuangan guru dari Indonesia dan mancanegara, yang dapat menjadi tontonan inspiratif pada peringatan Hari Guru Nasional 2025:
1. "Laskar Pelangi" (2008)
Film adaptasi novel Andrea Hirata ini menjadi salah satu karya paling populer yang mengangkat kisah dunia pendidikan.
Berlatar di Belitung, film ini menyoroti perjuangan Bu Muslimah dan Pak Harfan dalam mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah yang nyaris roboh.
Sekolah ini merupakan akses pendidikan satu-satunya bagi anak kurang mampu di daerah tersebut dan hanya memiliki 10 anak murid.
Meski serba terbatas, keduanya tetap berpegang pada keyakinan bahwa pendidikan mampu mengubah masa depan murid-murid mereka.
Semangat para guru dan kegigihan murid-muridnya menjadikan "Laskar Pelangi" sebagai film yang penuh inspirasi dan pesan moral pendidikan.
2. "Sokola Rimba" (2013)
Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata Butet Manurung, seorang guru asal Dayak yang mendedikasikan dirinya untuk mengajar baca tulis kepada anak-anak suku Anak Dalam (Orang Rimba) di pedalaman Jambi, tepatnya di hutan Bukit Duabelas.
Setelah 3 tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di Jambi, Butet menemukan mimpinya yakni ingin mengajari baca tulis terhadap Orang Rimba.
Sebelumnya, Butet pernah mengalami malaria dan ditolong oleh Nyungsang Bongo, seorang anak hilir Sungai Makekal yang ingin bisa membaca agar mampu memahami surat perjanjian tanah adatnya.
Namun, adanya pandangan bahwa pengetahuan baca tulis dapat membawa petaka oleh masyarakat setempat, sehingga membuat perjalanan mengajar Butet tidak berjalan mulus.
Ia pun harus berjuang mengubah pandangan tersebut, sambil terus mengajarkan baca tulis kepada anak-anak suku dalam tersebut.
3. "Denias, Senandung di Atas Awan" (2006)
Berlatar di Papua, film ini mengisahkan perjuangan seorang anak bernama Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Bayangan ucapan almarhum ibunya untuk terus bersekolah selalu terngiang dalam pikirannya. Begitupun ucapan gurunya yang meyakinkan ia untuk terus belajar.
Denias pun sempat mendapatkan informasi mengenai sekolah dengan fasilitas yang lebih baik dan berada di belakang gunung. Tanpa banyak pikir, ia langsung memulai perjalanannya seorang diri.
Namun sayangnya saat sampai disana, Denias tak bisa masuk karena sekolah tersebut dikhususkan untuk anak kepala suku atau suku terdekat saja.
Melihat semangat dan kegigihan Denias, hati Bu Sam, seorang guru di sekolah tersebut pun terketuk. Bu Sam terus berupaya untuk memasukkan Denias ke sekolah tersebut di tengah banyaknya rintangan yang terus datang dari berbagai arah.
4. "Tanah Surga Katanya" (2012)
Film yang rilis pada 2012 ini menceritakan tentang Bu Astuti dan dr. Anwar, seorang guru dan dokter yang sedang ditugaskan ke daerah Kalimantan.
Saat bertugas, mereka menyadari bahwa wilayah yang berbatasan dengan Malaysia itu memiliki tingkat pendidikan dan nasionalisme yang sangat rendah. Bahkan anak-anak lebih banyak mengetahui tentang Malaysia dibanding negaranya sendiri.
Dari hal itu, Bu Astuti dan dr. Anwar berkomitmen untuk menjadi pengajar di pedalaman Kalimantan tersebut. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk memberikan pendidikan yang lebih baik serta meningkatkan rasa nasionalisme anak-anak tersebut.
5. "Aisyah, Biarkan Kami bersaudara" (2016)
Film ini bercerita tentang perjuangan seorang guru asal Ciwidey, Jawa Barat bernama Aisyah yang ditugaskan sebagai pengajar Muslim di Nusa Tenggara Timur.
Aisyah harus berjuang menghadapi berbagai rintangan selama mengajar, terlebih ia hidup di tengah masyarakat yang beragama Katolik.
Bahkan ia harus menghadapi satu murid yang tak ingin pergi ke sekolah hanya karena dirinya beragama Islam.
Melalui film ini, penonton tak hanya diberikan gambaran terkait perjuangan guru, tetapi juga mengajarkan toleransi antar umat beragama.
6. "Dead Poets Society" (1989)
Meskipun terbilang lawas, film klasik ini nyatanya sangat populer dan telah memenangkan Piala Oscar.
"Dead Poets Society" ini menceritakan tentang John Keating, seorang guru pengganti Sastra Inggris di sekolah konservatif khusus laki-laki.
Dengan metode mengajarnya yang unik, kehadiran John berhasil membawa perubahan yang positif bagi tujuh anak laki-laki yang baru hadir di Akademi Wilton.
Bahkan, metode mengajar yang mengajak para murid untuk bisa berpikir kreatif dan bebas, telah berhasil membuat pelajaran Sastra Inggris jadi lebih menyenangkan, di tengah teknik pengajaran yang selama ini mengekang para murid.
Selama ini Akademi Wilton mempunyai prinsip kuat atau idealisme yang menuntut para muridnya untuk menjadi sempurna.
Dengan idealisme tersebut, tentunya perjalanan John sebagai guru tidak berjalan lancar, karena metode mengajarnya yang ditentang oleh pihak sekolah maupun orang tua murid.
7. "Freedom Writers" (2007)
Film "Freedom Writers" yang rilis pada 2007 merupakan sebuah film yang diangkat dari kisah nyata seorang guru di New Port Beach, AS.
Film ini bercerita tentang perjuangan Erin Gruwell, seorang guru bahasa Inggris di Woodrow Wilson High School, sebuah sekolah yang kebijakan baiknya justru menyebabkan konflik rasial di kalangan para murid.
Meski pada awalnya merasa tertekan dan tidak disambut baik oleh para murid, dengan tekad kuatnya Gruwell akhirnya berhasil menemukan metode belajar unik yang membuat muridnya tertarik belajar.
8. "Front of The Class" (2008)
Berdasarkan kisah nyata, film "Front of The Class" menceritakan tentang perjuangan seorang guru yang menderita Tourette Syndrome. Kondisi ini membuatnya akan mengeluarkan suara aneh atau melakukan gerakan spontan lainnya.
Kekurangannya itu tak dijadikan sebagai kelemahan, justru ia jadikan sebagai motivasi untuk menjadi pengajar yang lebih baik.
Baca juga: Film "Manusia Hebat" diluncurkan di momen Kemerdekaan RI di Pamekasan
Baca juga: Lee Sun-bin jadi guru sastra Korea di proyek film baru
Baca juga: Lima rekomendasi film bertema nasionalisme pada momen HUT Ke-78 RI
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































