Jejak sejarah lahirnya Hari Guru Nasional 25 November

3 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Tanggal 25 November menjadi salah satu momentum penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada hari tersebut, bangsa Indonesia memperingati Hari Guru Nasional.

Peringatan Hari Guru Nasional menjadi bentuk penghormatan terhadap peran, dedikasi, dan perjuangan para pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Peringatan ini tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi wujud penghargaan atas kontribusi guru yang sering dijuluki “pahlawan tanpa tanda jasa”.

Penetapan Hari Guru Nasional dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994.

Tanggal 25 November dipilih karena bertepatan dengan hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), organisasi profesi yang sejak awal berdiri memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan serta perkembangan pendidikan di Indonesia.

Lahirnya PGHB pada masa kolonial

Perjalanan panjang menuju lahirnya Hari Guru Nasional tidak dapat dilepaskan dari sejarah organisasi guru di Indonesia.

Pada 1912, ketika Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, berdiri organisasi profesi guru pertama bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas para guru pribumi.

PGHB bersifat unitaristik, sehingga keanggotaannya terdiri dari berbagai latar pendidikan dan jabatan, mulai dari Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, hingga Penilik Sekolah.

Selain PGHB, sejumlah organisasi guru lain juga berdiri, seperti Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), hingga Hogere Kweekschool Bond (HKSB).

Pada masa itu, terdapat pula organisasi guru yang berlandaskan kelompok keagamaan atau kebangsaan, seperti Katholieke Onderwijsbond (KOB), Christelijke Onderwijs Vereniging (COV), serta Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG), yang menerima guru tanpa memandang latar belakang.

Transformasi menjadi PGI dan tekanan pemerintahan Jepang

Pada 1932, sebanyak 32 organisasi guru sepakat untuk bersatu dan mengubah PGHB menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).

Penggunaan kata “Indonesia” dianggap sebagai simbol semangat kebangsaan yang kuat.

Hal ini menjadi sesuatu yang tidak disukai pemerintah kolonial Belanda. Namun bagi para guru, nama tersebut merupakan bentuk tekad dan identitas perjuangan bangsa.

Perjalanan PGI sempat terhenti ketika Jepang mengambil alih kekuasaan. Pemerintah Jepang melarang aktivitas PGI dan menutup sekolah-sekolah.

Bahkan para guru diwajibkan mengikuti pelatihan militer serta indoktrinasi ideologi Jepang. Meski begitu, semangat persatuan dan nasionalisme di kalangan guru tetap tumbuh.

Kongres guru Indonesia menjadi peristiwa lahirnya PGRI

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, para guru kembali menyatukan barisan. Pada 24–25 November 1945, mereka menggelar Kongres Guru Indonesia di Surakarta, Jawa Tengah.

Kongres yang berlangsung di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (kini SMPN 3 Surakarta), dan dipimpin tokoh-tokoh pendidikan seperti Amin Singgih dan Rh. Koesnan.

Kongres tersebut akhirnya melahirkan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai wadah perjuangan para guru dalam menegakkan, mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan Indonesia.

Para guru yang hadir dalam kongres tersebut, serentak bersatu untuk mewujudkan tiga tujuan mulia dari PGRI itu sendiri, yakni:

  • Mempertahankan dan menyempurnakan RI,
  • Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran dengan dasar kerakyatan, serta
  • Membela hak dan nasib buruh secara umumnya, serta hak dan nasib buruh para guru secara khususnya.

Sejak saat itu, PGRI berkembang sebagai organisasi profesi yang independen, unitaristik, dan nonpartisan.

Penetapan Hari Guru Nasional

Sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi guru dalam perjalanan bangsa, pemerintah menetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional melalui Keppres No. 78 Tahun 1994.

Penetapan ini sekaligus menghormati lahirnya PGRI dan perjuangan panjang para guru sejak masa kolonial.

Hingga kini, peringatan Hari Guru Nasional terus menjadi pengingat pentingnya peran pendidik dalam membangun generasi yang cerdas, berkarakter, dan berdaya saing.

Pada tahun 2025, peringatan Hari Guru Nasional mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema tersebut menegaskan bahwa kemajuan bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidiknya.

Guru hebat bukan hanya mereka yang menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu menanamkan nilai moral, karakter, serta semangat kebangsaan kepada generasi muda.

Dengan semangat tersebut, Hari Guru Nasional menjadi momentum untuk terus menghormati, mendukung, dan memperkuat peran guru sebagai pilar utama pendidikan Indonesia.

Baca juga: Kemenag dorong semangat keberagaman lewat “Kick Off” HGN 2025

Baca juga: Menag ajak guru madrasah wujudkan pendidikan beradab

Baca juga: Luncurkan Bulan Guru Nasional, Mendikdasmen beri semangat para guru

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |