Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan mendorong implementasi kecerdasan buatan (AI) untuk mewujudkan transparansi audit, sebab audit tidak hanya sekadar urusan administratif, melainkan bagian dari ruh intelektual dan moral sebuah universitas.
"Audit bukan hanya alat ukur, melainkan cermin etika akademik. Pendidikan tinggi tak cukup menjadi penonton dalam arus digital. Kita harus jadi produser, bukan hanya user. AI membuka potensi sistem audit yang real-time dan transparan, tapi teknologi bukan pengganti kebijaksanaan," kata Wamen Fauzan melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Wamendiktisaintek mengingatkan bahwa transparansi dan otomatisasi hanya bermakna jika ditopang oleh nilai dan integritas, meskipun AI menjanjikan efisiensi dan akurasi.
Ia menilai persoalan utama bangsa ini terletak pada kepatuhan, baik dalam aspek legal-formal maupun kultural. Oleh karena itu, audit harus tumbuh menjadi instrumen etika, bukan sekadar alat kontrol.
"Mari kita junjung etika akademik melalui integritas moral dan audit yang mencerahkan. Komite audit ini bukan hanya perpanjangan administratif, melainkan simpul dialog akademik lintas disiplin yang memelihara kepercayaan publik," ujar Fauzan.
Baca juga: Kemendiktisaintek serukan guru besar implementasikan kampus berdampak
Baca juga: Unand diminta riset terus untuk menemukan bibit unggul gandum
Ia juga menyebutkan pihaknya selalu menekankan upaya dalam membangun sistem audit yang tidak hanya canggih, tapi juga berkarakter.
"Kemajuan tanpa kendali moral hanyalah percepatan tanpa arah. Audit digital dan AI harus menjadi pondasi peradaban akademik yang berintegritas. Kepercayaan publik dibangun dengan keteladanan, bukan hanya teori," tegas Wamen Fauzan.
Sejalan dengan itu, Ketua Forum Komunikasi Komite Audit Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), Iwan Triyuwono, turut menekankan bahwa pemanfaatan AI harus diiringi dengan penciptaan generasi yang mampu melampaui kecanggihan teknologi itu sendiri.
"Kita kebanjiran teknologi, itu baik. Tapi kita harus lebih dari itu. Bangsa ini harus jadi inovator, bukan hanya pemakai. Risiko moral adalah ancaman terbesar dalam sistem pendidikan. Maka pendidikan moral harus hadir dari awal hingga ke jenjang doktor," ucapnya.
Sementara mewakili unsur perguruan tinggi, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto menyampaikan komitmennya dalam memperkuat tata kelola berbasis nilai-nilai lokal.
"Kami berkomitmen mengoptimalkan warga lokal dan nilai budaya sebagai pagar utama. Pagar budaya lebih kuat dari pagar baja. Ilmu pengetahuan tak cukup hanya ditulis, tapi juga harus dilakukan. Teori tanpa praktik lumpuh, tapi praktik tanpa teori juga tak akan berkembang," tuturnya.
Baca juga: BNPT-Kemendiktisaintek sepakat dongkrak literasi kebangsaan mahasiswa
Baca juga: Kemendiktisaintek: Satgas Bersama solusi pencegahan kekerasan PPDS
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025