Banjarmasin (ANTARA) - Seorang mahasiswi Politeknik Negeri Banjarmasin (Poliban) Kalimantan Selatan bernama Nabila Ahya Syaffitri menggeluti kesenian tradisi Banjar yang hampir punah, yakni kesenian Bapandung.
Nabila berhasil menunjukkan kepiawaiannya menghidupkan kesenian teater bertutur tersebut pada ajang pencarian Pemuda Pelopor Kota Banjarmasin tahun 2025.
"Nabila berhasil meraih juara 3 Pemuda Pelopor Kota Banjarmasin tahun 2025 di bidang kesenian, dia memperkenalkan kesenian Bapandung Banjar," ujar Ketua Jurusan Akuntansi Poliban Nailiya Nikmah di Banjarmasin, Jumat.
Nabila merupakan mahasiswi di jurusannya yang meraih prestasi membanggakan, apalagi menggeluti kesenian Bapandung yang hampir hilang regenerasi penerusnya.
"Dia mampu menghembuskan napas baru ke dalam warisan budaya yang nyaris dilupakan itu," paparnya.
Baca juga: ISI Denpasar dukung pemajuan kebudayaan dengan rekonstruksi kesenian
Nabila mengakui memulai langkah pelopornya pada kesenian Bapandung karena keresahan yang sederhana namun mendalam melihat generasi muda mulai melupakan warisan seni budaya itu.
"Bapandung itu identitas orang Banjar. Tetapi sangat disayangkan, kesenian ini mulai pudar di kalangan masyarakat, terutama anak muda," ungkap Nabila.
Keresahan itu pun dia suarakan dalam diskusi bersama ketua jurusannya dan sejumlah seniman Banjarmasin. Salah satu nama yang paling membekas baginya adalah Almarhum Abdussukur MH, yang merupakan maestro Kesenian Bapandung Banjar.
Menurut dia, sejak wafatnya sang maestro, panggung Bapandung seolah kehilangan warna. Tidak banyak generasi baru yang tampil sebagai penerus.
Dari situlah, Nabila memutuskan untuk bertindak. Dia pun membawa ide besar itu dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2023 dengan tajuk “Bapandung”, yang berhasil lolos pendanaan tingkat nasional.
Baca juga: Regenerasi bahasa ibu jadi tantangan pelestarian budaya di Kaltim
Kepeloporannya tak berhenti di situ. Ia kemudian mendaftar sebagai peserta ajang Pemuda Pelopor Kota Banjarmasin 2025.
Prosesnya tidak mudah, kata dia, ada beberapa tahapan seleksi mulai dari sosialisasi, pendaftaran secara daring atau online, pengumpulan dan seleksi berkas, fact finding, technical meeting, hingga presentasi di hadapan dewan juri di panggung semifinal dan grand final.
"Saat semifinal, saya diminta menampilkan langsung seni Bapandung di atas panggung. Itu jadi momen penting buat saya meyakinkan juri tentang keaslian dan dampak dari apa yang saya lakukan," kata Nabila.
Konsistensinya menghidupkan kembali seni tradisi tutur ini, serta dedikasi dalam membentuk ekosistem pelestariannya, membuatnya layak menyandang predikat pelopor.
Baca juga: Kesenian budaya 9 daerah di Indonesia ditampilkan dalam WACI JFC
Tak hanya karena prestasinya, tetapi juga karena langkah nyatanya menjalin diskusi lanjutan, mengembangkan keterampilan Bapandung, serta menyebarkan e-book edukasi sebagai bahan pengenalan kepada masyarakat.
"Kamu nggak harus nunggu lulus atau jadi ‘orang besar’ dulu buat mulai berkontribusi. Justru sekarang, waktu jadi mahasiswa, adalah momen terbaik buat belajar, coba hal baru, dan kasih dampak sekecil apa pun itu. Rasa ragu itu normal, tapi jangan sampai jadi alasan untuk nggak mulai. Dunia butuh anak muda yang peduli dan berani bergerak," demikian pesannya.
Baca juga: Megawati minta pemerintah daerah perhatikan HAKI kebudayaan lokal
Pewarta: Sukarli
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025