Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa Indonesia masih membutuhkan sekitar 2 juta ton metanol untuk mengimplementasikan program biodiesel 50 (B50) pada 2026.
“Yang sedang kami kejar sekarang itu, kami mencoba bagaimana implementasi B50 tahun 2026,” ujar Yuliot, di Jakarta, Jumat.
Yuliot menyampaikan bahwa ketersediaan metanol dalam negeri masih terbatas. Untuk mengimplementasikan B50, Indonesia membutuhkan sekitar 2,3 juta ton metanol, sedangkan produksi dalam negeri baru sekitar 300 ribu ton.
“Berarti, 2 juta ton masih impor. Jadi, kami lagi mendorong ini PSN bioetanol yang ada di Bojonegoro. Itu yang lagi kami kejar,” kata Yuliot.
Sebelumnya, Yuliot menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan biodiesel 50 (B50) dengan dengan volume 19,73 juta kiloliter (kl) dibutuhkan sawit sebanyak 17,9 juta ton dan memerlukan tambahan lahan seluas 2,3 juta ha.
Selanjutnya, untuk memproduksi 23,67 juta kl B60, dibutuhkan sawit sebanyak 21,5 juta ton dan tambahan lahan sawit seluas 3,5 juta ha. Sementara untuk memproduksi 39,45 juta kl B100, dibutuhkan sawit sebanyak 35,9 juta ton dengan tambahan lahan seluas 4,6 juta ha.
Yuliot menyampaikan bahwa untuk tambahan lahan tersebut, pemerintah membuka kemungkinan pemanfaatan kebun-kebun masyarakat maupun koperasi untuk memenuhi kebutuhan implementasi B50–B100.
Kebutuhan insentif yang sudah disiapkan, kata dia lagi, kurang lebih Rp47,1 triliun. Kebutuhan sawit yang saat ini ada sekitar 14,3 juta ton.
Baca juga: Kementerian ESDM sebut implementasi B50 dalam uji teknis
Baca juga: ESDM: Implementasi biodiesel 50 perlu tambahan lahan sawit 2,3 juta ha
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025