Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang memberikan dukungan terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti maupun abolisi kepada tokoh seperti Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
"Saya ingin menekankan dukungan penuh terhadap keputusan ini yang saya yakini diambil berdasarkan pertimbangan hukum yang matang dan demi tercapainya tujuan hukum yang lebih besar," kata Rektor Unissula Prof Gunarto, di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya, didampingi jajaran wakil rektor Unissula, dan Dekan Fakultas Hukum Unissula Prof. Jawade Hafidz.
Keputusan Presiden memberikan amnesti dan abolisi berlandaskan pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan UU Darurat Nomor 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Menurut dia, kewenangan itu merupakan hak prerogatif Presiden yang harus dijalankan secara bijaksana dan bertanggung jawab untuk tujuan utamanya, yakni mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat luas.
"Langkah ini bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga sangat tepat dilihat dari sudut tujuan hukum yang terdiri atas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan," katanya.
Terkait abolisi untuk Tom Lembong, kata dia, yang bersangkutan sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016) telah mengambil kebijakan penerbitan izin impor dengan itikad baik demi menjaga pasokan dan harga pangan.
Baca juga: Aktivis '98 nilai tak ada yang dikalahkan di balik abolisi dan amnesti
Baca juga: Pengamat: Pemberian abolisi-amnesti cermin keberanian politik Presiden
Meski proses administratifnya dianggap tidak sempurna, fakta pengadilan menyatakan tidak terdapat niat jahat atau "mens rea" maupun keuntungan pribadi yang diperoleh Tom Lembong atas impor tersebut.
"Pemberian abolisi merupakan koreksi terhadap proses hukum yang cenderung memidana kebijakan publik yang sah. Ini penting agar pejabat negara tidak takut menjalankan tugasnya secara progresif selama dilakukan untuk kepentingan rakyat dan tanpa motif pribadi," katanya.
Sedangkan amnesti untuk Hasto, ia menilai sebagai bentuk penghentian pidana terhadap tokoh politik yang diyakini menjalani proses hukum dalam situasi yang penuh dinamika politik.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, kata dia, amnesti adalah instrumen konstitusional yang telah digunakan untuk rekonsiliasi nasional, pemulihan demokrasi, dan penghormatan terhadap hak-hak politik warga negara.
"Dalam kasus Hasto, pertimbangan pemberian amnesti harus dibaca dalam kerangka perlindungan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan penghormatan terhadap proses demokrasi yang sehat," katanya.
Ia percaya bahwa negara hukum yang adil adalah negara yang tidak hanya menegakkan hukum secara normatif, tetapi juga memperhatikan konteks sosial, politik, dan kemanusiaan di balik setiap kasus.
"Dengan memberikan amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong, Presiden telah menjalankan tanggung jawab konstitusional secara bijak demi mencegah ketidakadilan struktural, melindungi integritas pejabat negara, dan mengedepankan kepentingan bangsa di atas dinamika politik sesaat," katanya.
Sebelumnya, abolisi diberikan kepada Tom Lembong setelah divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan, setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Sementara amnesti diberikan kepada 1.178 narapidana, antara lain kepada Hasto usai divonis penjara selama 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan setelah terbukti memberikan suap dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.