Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) mengeklaim telah meneken surat persetujuan perpanjangan waktu operasi pasar gula Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) pada tahun 2015 atas usul bawahannya.
Sebab, saat itu dirinya baru menjabat sebagai mendag selama 14 hari, sehingga surat yang harus diteken seorang menteri lazimnya telah dirancang oleh pejabat struktural di sektor terkait.
"Jadi pada saat itu sudah pasti saya menandatangani surat tersebut atas usul dan masukan dari bawahan saya yang mengurus hal terkait ya," ujar Tom Lembong dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Selain atas masukan bawahannya, dirinya mengaku juga merujuk pada surat mendag sebelumnya, yang kala itu dijabat oleh Rachmat Gobel.
Tom menekankan bahwa sebagai mendag yang baru menjabat selama dua minggu dan membawahi sektor yang cukup luas, seperti perdagangan internasional, perdagangan dalam negeri, perlindungan konsumen, dan sebagainya, maka ia saat itu hanya mengandalkan sistem.
Sementara dari segi hal substansif, dia pun sangat mengandalkan para pejabat karir, petugas karir, hingga pejabat struktural yang sudah lama bertugas di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan memberikan kontinuitas atas kebijakan yang sudah berjalan.
"Di mana ini tentunya adalah perpanjangan dari sebuah penugasan yang sudah diberikan oleh para pendahulu," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, selama sebuah surat, termasuk surat pengajuan perpanjangan waktu operasi pasar Inkopkar, sudah melewati proses dan prosedur sebagaimana sudah berjalan lama, maka ia setujui.
"Karena di kementerian biasanya ada lembar kontrol, ada sebuah sistem, termasuk approval, persetujuan berjenjang dari eselon bawah ke atas," ungkap Tom menegaskan.
Tom Lembong diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag pada tahun 2015—2016.
Pada kasus itu, ia didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Inkopkar, Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.