Suku San: Jejak genetik dan budaya suku tertua di dunia

12 hours ago 8

Jakarta (ANTARA) - Di tengah perdebatan ilmiah mengenai asal-usul manusia modern, satu komunitas tetap menonjol karena jejak sejarah serta genetika mereka yang sangat purba dan sudah ada sejak lama. Mereka adalah Suku San, suku yang juga dikenal dengan sebutan Bushmen, kelompok masyarakat adat yang mendiami wilayah Afrika bagian selatan dan dianggap sebagai salah satu suku tertua di dunia.

Suku San berasal dari wilayah yang kini dikenal sebagai Botswana, Namibia, Angola, Zambia, Zimbabwe, Lesotho, dan Afrika Selatan. Sejarah genetika mereka menunjukkan bahwa mereka telah terpisah dari populasi manusia lainnya sejak 100.000 hingga 200.000 tahun lalu. Artinya, nenek moyang mereka termasuk yang pertama mendiami kawasan Afrika dan mempertahankan gaya hidup berburu dan meramu yang sangat kuno.

Identitas dan bahasa

Meski sering disebut sebagai San atau Bushmen, kedua istilah ini merupakan eksotim, atau sebutan dari luar yang tidak berasal dari bahasa mereka sendiri. Kata “San” berasal dari bahasa Khoekhoegowab yang berarti “pengumpul makanan” dan awalnya memiliki konotasi negatif. Sementara itu, istilah “Bushmen” berasal dari bahasa Belanda Bosjesmans dan juga dianggap kurang pantas oleh sebagian masyarakat modern.

Sebagian besar anggota suku ini lebih memilih menyebut diri mereka dengan nama kelompok etnis masing-masing, seperti Kung, Julʼhoansi, IXam, Haillom, dan lainnya. Mereka berbicara dalam bahasa-bahasa dari keluarga bahasa Khoe, Kxʼa, dan Tuu, yang dikenal dengan ciri khas bunyi klik yang kompleks.

Baca juga: Suku Wajak: Jejak suku tertua di Indonesia yang menghilang misterius

Sejarah dan gaya hidup

Suku San secara tradisional adalah pemburu dan peramu yang hidup nomaden. Mereka berpindah tempat mengikuti ketersediaan air, tanaman liar, dan hewan buruan. Mereka juga dikenal melalui lukisan gua dan seni cadas yang tersebar luas di Afrika bagian selatan, yang menjadi warisan budaya dan arkeologis penting.

Kehidupan mereka sempat terganggu sejak ekspansi bangsa Bantu dan kedatangan kolonial Eropa. Banyak dari mereka dipaksa meninggalkan gaya hidup tradisional akibat modernisasi dan kebijakan pemerintah, terutama selama abad ke-20. Bahkan, pemerintah Afrika Selatan pernah mengeluarkan izin berburu manusia San, dengan laporan terakhir pada 1936 di Namibia.

Meski menghadapi tekanan sosial dan diskriminasi, komunitas San tetap bertahan dan menyumbangkan pengaruh besar dalam bidang antropologi dan genetika. Sebuah studi pada 2009 menyatakan bahwa variasi genetik mereka termasuk yang paling tinggi di dunia, menjadikan mereka sebagai populasi “leluhur” yang penting untuk memahami asal-usul manusia modern.

Kehidupan sosial dan peran gender

Suku San dikenal memiliki sistem sosial yang egaliter. Keputusan kelompok diambil melalui konsensus, dan perempuan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan serta memiliki hak atas sumber daya seperti mata air dan wilayah berburu. Kegiatan sehari-hari mereka mencerminkan keseimbangan antara kerja dan rekreasi, dengan nilai tinggi pada permainan, musik, dan tarian sakral.

Wanita biasanya bertanggung jawab atas pengumpulan makanan seperti buah, umbi-umbian, dan telur burung unta, sementara laki-laki melakukan perburuan dengan panah beracun. Mereka juga memiliki teknik unik mengumpulkan air melalui “sumur sedotan” dengan menggunakan jerami dan cangkang telur burung unta.

Baca juga: Mengenal suku-suku utama di Pulau Kalimantan

Bukti genetik

Secara ilmiah, suku San menunjukkan bukti sebagai salah satu populasi manusia paling purba. Studi DNA menunjukkan bahwa mereka membawa cabang paling awal dalam pohon genetika manusia, baik pada kromosom Y (laki-laki) maupun mitokondria (perempuan). Hal ini menjadikan mereka sebagai “jendela sejarah” yang memungkinkan ilmuwan melacak kembali asal-usul Homo sapiens.

Sebuah studi pada 2016 memperkuat temuan ini, menyatakan bahwa nenek moyang San mulai terpisah dari kelompok manusia lain sekitar 200.000 tahun lalu, dan hidup terisolasi setidaknya hingga 100.000 tahun yang lalu. Keunikan genetik inilah yang mengukuhkan posisi mereka sebagai salah satu suku tertua di dunia.

Populasi San saat ini

Hingga saat ini, populasi San diperkirakan mencapai sekitar 160.000 jiwa. Botswana menjadi negara dengan jumlah San terbesar, sekitar 63.500 orang (2,8% dari populasi), disusul Namibia dengan lebih dari 71.000 orang (2,4%). Mereka juga tersebar dalam jumlah kecil di Afrika Selatan, Angola, Zimbabwe, dan Zambia.

Suku San bukan sekadar kelompok adat yang hidup di padang Kalahari, tetapi mereka adalah penjaga warisan sejarah manusia yang telah eksis sejak ribuan tahun lalu. Melalui budaya, bahasa, dan genetikanya yang unik, mereka memberikan gambaran berharga tentang masa lalu umat manusia dan pentingnya menjaga hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari keberagaman peradaban dunia, demikian dirangkum dari berbagai sumber.

Baca juga: Mengenal 7 suku yang ada di Pulau Jawa

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |