Jakarta (ANTARA) - Ilmuwan di Amerika Serikat mengklaim telah menemukan sebuah warna baru yang belum pernah terlihat sebelumnya oleh mata manusia. Warna ini dinamakan “olo”, sebuah nuansa biru-hijau super jenuh (super-saturated) yang hanya bisa dilihat melalui stimulasi khusus terhadap sel-sel reseptor warna di retina mata.
Penemuan ini merupakan hasil dari penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances pada Jumat (19/4), yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of California, Berkeley dan University of Washington.
Salah satu peneliti sekaligus partisipan dalam studi ini, Prof Ren Ng dari UC Berkeley, menjelaskan bahwa warna “olo” hanya dapat dilihat setelah para peserta eksperimen menerima stimulasi cahaya laser ke dalam mata mereka, secara spesifik ke dalam sel kerucut tipe M (medium-wavelength cone cells), yang biasanya merespons warna hijau.
Baca juga: Mengenal warna baru Heatgard, cat tolak panas untuk eksterior rumah
“Warna ini tampak lebih jenuh dibandingkan warna apa pun yang bisa dilihat dalam dunia nyata,” kata Prof Ng dalam wawancara bersama BBC Radio 4. Ia mengibaratkan pengalaman melihat warna ini seperti seseorang yang sepanjang hidupnya hanya melihat warna merah muda pucat, lalu tiba-tiba melihat merah pekat untuk pertama kalinya.
Dalam eksperimen tersebut, lima partisipan—empat laki-laki dan satu perempuan—dengan penglihatan warna normal diminta untuk menatap alat bernama Oz. Alat ini merupakan sistem optik yang dilengkapi dengan cermin, laser, dan perangkat optik lainnya untuk memfokuskan cahaya ke dalam retina. Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk menstimulasi hanya satu jenis sel kerucut, yakni sel M, tanpa menstimulasi sel L (long-wavelength, merah) atau S (short-wavelength, biru) yang biasanya bekerja bersamaan dalam persepsi warna.
Dalam kondisi normal, stimulasi terhadap sel M hampir selalu bersamaan dengan stimulasi terhadap sel L dan/atau S. Namun melalui teknologi ini, peneliti berhasil mengisolasi respons sel M, menciptakan persepsi warna yang belum pernah terjadi secara alami.
Para peserta diminta untuk menyesuaikan tampilan warna melalui kontrol warna digital hingga cocok dengan warna yang mereka lihat saat stimulasi berlangsung. Dari proses ini, terciptalah representasi visual warna “olo”
Baca juga: WhatsApp luncurkan fitur tema chat baru, ini cara menggunakannya
Masih menuai perdebatan
Meski temuan ini dianggap sebagai terobosan oleh sebagian kalangan, sejumlah ahli menyampaikan keraguan. Prof John Barbur, pakar penglihatan dari St George’s, University of London yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menilai bahwa penemuan ini lebih merupakan pencapaian teknologi dalam menstimulasi sel kerucut tertentu, daripada benar-benar menemukan warna baru.
“Apakah ini warna baru atau hanya persepsi yang berbeda terhadap warna yang sudah ada, masih terbuka untuk diperdebatkan,” ujarnya.
Prof Barbur menambahkan bahwa persepsi terhadap warna bisa berubah tergantung pada intensitas dan sensitivitas sel kerucut. Dalam kasus ini, bisa jadi yang terjadi adalah perubahan pada tingkat kejenuhan warna yang sudah dikenal.
Potensi untuk penelitian buta warna
Kendati demikian, tim peneliti optimistis bahwa temuan ini dapat membuka peluang baru dalam memahami dan menangani gangguan persepsi warna seperti buta warna. Melalui pemahaman tentang cara otak memproses warna yang tidak muncul dalam penglihatan alami, para ilmuwan berharap dapat mengembangkan metode baru untuk memperluas jangkauan warna yang dapat dikenali oleh penderita buta warna.
Meski warna “olo” belum dapat direplikasi di dunia nyata tanpa bantuan alat khusus, penemuan ini menjadi tonggak baru dalam ilmu persepsi warna dan neurooptik. Warna ini tak bisa ditemukan dalam katalog cat atau layar digital biasa, tetapi bisa menjadi jendela baru untuk memahami cara kerja otak manusia dalam melihat dunia.
Baca juga: Converse rilis Run Star Trainer Spring 2025 dengan enam warna baru
Baca juga: Jetour Dashing hadir dengan tiga warna baru di IIMS 2025
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025