Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) dipengaruhi data inflasi Amerika Serikat (AS) sesuai perkiraan.
Tercatat, Personal Consumption Expenditures (PCE) Inti month to month (MoM) AS naik 0,2 persen.
"(Hal ini) membuka peluang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Mengutip Xinhua, PCE AS di bulan Agustus 2025 tumbuh 2,7 persen secara year on year (YoY), lebih tinggi dari pertumbuhan 2,6 persen pada bulan Juli.
Namun, biaya hidup meningkat karena harga makanan dan barang-barang lainnya menjadi lebih mahal pada bulan lalu dan harga jasa tetap tinggi.
Adapun PCE Inti secara tahunan, tumbuh 2,9 persen, sama dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Indeks inflasi inti ini masih lebih tinggi dari target 2 persen yang ditetapkan oleh Federal Reserve.
Sentimen konsumen yang di luar dugaan direvisi lebih rendah juga memberikan sentimen positif terhadap rupiah.
"Sentimen konsumen direvisi turun dari 55,4 ke 55,1, turun dari 58,2 bulan lalu," ucap Lukman.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diperkirakan berkisar Rp16.650-Rp16.750 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin di Jakarta menguat sebesar 93 poin atau 0,56 persen menjadi Rp16.645 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.738 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah pada Senin pagi menguat jadi Rp16.645 per dolar AS
Baca juga: Rupiah Rp16.775 per dolar AS, BI kerahkan seluruh instrumen stabilisasi
Baca juga: Purbaya yakin rupiah bakal berbalik menguat pekan depan
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.