Kabupaten Bogor (ANTARA) - Kepolisian Resor Bogor memeriksa Kepala Desa (Kades) Cikuda, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terkait dugaan gratifikasi dalam penerbitan dokumen jual beli tanah.
Kapolres Bogor AKBP Wikha Ardilestanto mengatakan pemanggilan dilakukan untuk mendalami dugaan adanya permintaan uang dalam penerbitan dokumen jual beli tanah oleh pihak desa.
"Pemanggilan terkait dugaan gratifikasi dalam penerbitan dokumen jual beli objek tanah oleh perusahaan di Desa Cikuda, yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa terhadap pembeli tanah dari perusahaan," kata Wikha di Bogor, Rabu.
Ia menjelaskan gelar perkara telah dilaksanakan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Jawa Barat. Hasilnya, penyidik menyimpulkan terdapat peristiwa pidana dalam kasus tersebut.
"Sudah dilaksanakan gelar perkara di Krimsus Polda Jabar dan dinyatakan ditemukan peristiwa pidana sehingga diterbitkan rekomendasi peningkatan penanganan dari penyelidikan ke penyidikan," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Teguh Kumara menambahkan, Kades Cikuda diduga meminta dan menerima sejumlah uang untuk menandatangani dokumen pelepasan hak tanah.
"Kades Cikuda diduga meminta kemudian menerima uang untuk penandatanganan dokumen pelepasan hak kepada pihak PT AKP dengan tarif Rp30.000 per meter," kata Teguh.
Ia mengungkapkan, keuntungan yang diperoleh dari praktik tersebut mencapai sekitar Rp2,3 miliar. Hingga kini, status hukum Kades masih sebagai saksi.
"Jumlah uang yang diterima sekitar Rp2.333.370.000. Saksi yang sudah dimintai keterangan terdiri dari tiga orang dari pihak PT AKP, sejumlah saksi dari pihak desa, serta dua saksi warga sebagai penjual tanah," ucapnya.
Polres Bogor menyatakan penyidikan akan terus berlanjut guna memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana gratifikasi tersebut.
Baca juga: 106 personel Polres Bogor naik pangkat satu tingkat lebih tinggi
Baca juga: Kapolres Bogor minta maaf anggotanya salah tangkap orang
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.