Tokyo (ANTARA) - Kelompok penyintas bom atom terkemuka di Jepang, Nihon Hidankyo, pada Kamis (20/11) mengeluarkan pernyataan yang mengecam upaya Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi untuk merevisi Tiga Prinsip Non-Nuklir yang telah lama berlaku di negara itu, demikian laporan media setempat.
Nihon Hidankyo, peraih Nobel Perdamaian tahun 2024 berkat upayanya mewujudkan dunia bebas senjata nuklir, menyatakan dengan keras memprotes langkah putar balik Jepang yang telah lama berkomitmen untuk tidak memiliki, tidak memproduksi, dan tidak mengizinkan senjata nuklir masuk ke wilayah negara tersebut, dan pemerintahan saat ini sedang mempertimbangkan peninjauan ulang terhadap prinsip-prinsip tersebut, menurut laporan Kyodo News.
Kelompok tersebut menekankan bahwa langkah-langkah untuk menghapus senjata nuklir tidak boleh ditunda. Kelompok itu juga menambahkan bahwa para penyintas bom atom "tidak boleh membiarkan senjata nuklir dibawa masuk ke Jepang atau membiarkan negara tersebut menjadi pangkalan perang nuklir atau sasaran serangan nuklir".
Nihon Hidankyo mendesak pemerintah untuk menegakkan Tiga Prinsip Non-Nuklir dan menjadikannya undang-undang melalui pernyataan yang dikirimkan kepada PM Takaichi.
Tiga Prinsip Non-Nuklir pertama kali dideklarasikan pada 1967 di Diet, parlemen Jepang, oleh perdana menteri Jepang saat itu, Eisaku Sato, dan dipandang sebagai kredo nasional.
Strategi Keamanan Nasional, salah satu dari tiga dokumen keamanan yang disetujui Kabinet Jepang pada 2022, menyatakan, "Kebijakan dasar untuk mematuhi Tiga Prinsip Non-Nuklir akan tetap tidak berubah di masa mendatang".
Kyodo News baru-baru ini mengutip sejumlah narasumber pemerintah yang mengatakan bahwa pada saat pemerintahan Takaichi bersiap untuk merevisi dokumen-dokumen keamanan nasional utama Jepang hingga akhir 2026 nanti, PM Jepang sedang mempertimbangkan untuk meninjau Prinsip Non-Nuklir ketiga, yang melarang senjata nuklir memasuki wilayah Jepang, sehingga menimbulkan keraguan dan kekhawatiran yang kuat di dalam negeri.
Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.














































