Peniliti BRIN menilai metode hisab dan rukyat saling melengkapi

4 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menilai metode hisab dan rukyat sejatinya merupakan dua metode yang saling melengkapi dalam penentuan Ramadhan/Idul Fitri.

Dalam gelar wicara yang disiarkan melalui kanal Youtube resmi BRIN di Jakarta, Selasa, Thomas memaparkan bahwa awalnya Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam (SAW) mengajarkan metode rukyat atau pengamatan langsung terhadap hilal. Namun dalam perkembangannya, ilmu hisab mulai digunakan untuk menghitung posisi bulan dan matahari secara akurat.

"Sayangnya di masyarakat kemudian ada dikotomi. hisab dan rukyat seolah-olah berbeda, padahal akarnya sama. Dari hasil rukyat kemudian diformulasikan itu menjadi formulasi untuk perhitungan posisi bulan dan kemudian dari hasil perhitungan itu bisa digunakan untuk memprakirakan rukyatnya," kata dia.

Thomas memaparkan akurasi perhitungan astronomi atau hisab dalam menentukan posisi hilal saat ini sudah sangat tinggi. Salah satunya adalah akurasi hisab dalam peristiwa gerhana matahari, di mana perhitungan bisa dilakukan hingga hitungan detik.

Baca juga: Kemenag buka pelatihan ilmu hisab rukyat bagi generasi muda

Baca juga: Beda hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan Hijriah

Meski begitu, kata dia, baik hisab maupun rukyat memiliki kelebihan dan kekurangan. Rukyat memiliki keunggulan karena memberikan bukti fisik perubahan siklus bulan, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kontras cahaya senja.

"Adapun hisab itu memang sangat akurat, tetapi kelemahannya tidak semua umat Islam menerima hisab tanpa ada pembuktian secara rukyat. Jadi masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya, oleh karena itu mestinya hisab dan rukyat ini bisa saling melengkapi," ujarnya.

Thomas juga memaparkan penetapan awal bulan Hijriah di Indonesia kerap terjadi akibat perbedaan kriteria.

Dirinya menegaskan bahwa penyebab utama bukan perbedaan metode hisab dan rukyat, melainkan perbedaan dalam menentukan kriteria hilal.

"Ternyata sebabnya karena perbedaan kriteria. Ketika menggunakan kriteria apakah bulan ini bisa teramati atau tidak, itu biasanya mensyaratkan ketinggian tertentu atau jarak bulan dan matahari yang disebut elongasi tertentu," ungkapnya.

Dengan berbagai perkembangan metode dan teknologi, Thomas berharap penentuan awal bulan Hijriah bisa semakin akurat dan diterima oleh berbagai pihak. Sebab menurut dia, baik metode hisab maupun rukyat memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan ketepatan dalam menjalankan ibadah sesuai syariat Islam.*

Baca juga: Kemenag bahas sinergi program keagamaan bersama PBNU dan Muhammadiyah

Baca juga: LDII-NU berkolaborasi latih generasi muda agar paham ilmu falak

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |