Pemerintah kaji rencana penurunan pajak bea balik nama

1 hour ago 2

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah sedang mengkaji rencana penurunan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebagai salah satu upaya meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan penjualan kendaraan di tengah kondisi daya beli yang menurun.

“Kita minta potongan (BBNKB) 50 persen untuk balik nama, kalau memang dimungkinkan bebas 100 persen, 50 persen, atau lima persen, mungkin ini sebagai langkah jurus baru agar harga jual bisa turun,” ujar Asisten Deputi Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, pada forum Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis.

Atong menjelaskan bahwa pajak kendaraan saat ini terbilang cukup tinggi, yakni hampir mencapai 40 persen dari harga jual kendaraan, yang merupakan gabungan dari pajak BBNKB, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan tarif lainnya.

Menurut Atong, fokus penyesuaian akan diarahkan dan diutamakan pada BBNKB terlebih dahulu. Hal ini dinilai lebih realistis karena berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sifatnya diatur melalui undang-undang, sehingga perubahan tidak bisa dilakukan secara cepat.

“Kita mulai dulu pendekatan ke non-pajak, yaitu BBN, karena kemarin itu kalau dibuka dari surat Permendagri, soal BBN untuk EV saat itu, itu dimungkinkan. Sehingga harga bisa diturunkan di tengah daya beli masyarakat tengah turun. Harapannya ada pembeli,” kata Atong.

Baca juga: Pemprov Jateng beri insentif pajak kendaraan bagi pelaku usaha

Ia menegaskan, langkah ini bertujuan agar harga kendaraan dapat lebih terjangkau di tengah penurunan daya beli masyarakat. Harapannya, kebijakan tersebut dapat merangsang permintaan pasar dan memberikan dampak positif bagi industri otomotif nasional.

Meski demikian, kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga. Pemerintah akan terus menimbang skema yang paling sesuai agar tujuan menjaga stabilitas daya beli dan mendukung pertumbuhan sektor otomotif dapat tercapai tanpa mengganggu penerimaan daerah dari pajak kendaraan bermotor.

Hingga saat ini, baru kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan, seperti contohnya mobil listrik murni, yang dibebaskan dari tarif BBNKB.

Ketentuan terkait PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB atas kendaraan berbasis listrik diatur dalam UU HKPD. Pada Pasal 7 ayat (3) huruf d dijelaskan bahwa atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan merupakan objek yang dikecualikan dari PKB.

Merujuk pada ketentuan yang sama, dalam Pasal 12 ayat (3) huruf d juga dijelaskan bahwa kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan merupakan objek yang dikecualikan dari pengenaan BBNKB.

Selaras dengan ketentuan tersebut, pada Pasal 3 ayat (2) huruf d dan Pasal 6 ayat (2) huruf d Permendagri 7/2025, dijelaskan pula hal yang sama. Kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan adalah kendaraan yang dikecualikan dari objek PKB dan BBNKB.

Baca juga: Kemendagri evaluasi pelaksanaan Opsen PKB-BBNKB optimalkan pendapatan

Baca juga: Bayar pajak kendaraan mudah di Samsat Keliling

Pewarta:
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |