Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan bahwa pemblokiran akses digital maupun media sosial (medsos) bagi remaja merupakan kewenangan pemerintah dan diharapkan kebijakan tersebut dapat melindungi mentalitas generasi muda.
"Sangat mendukung (untuk diblokir). Bukan hanya konten yang mengarah pada ekstremisme, tapi juga konten pornografi serta konten sensitif terkait agama," kata Aziz di Jakarta, Kamis.
Aziz mengatakan, rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menyusun kebijakan pembatasan akses medsos bagi para pelajar diharapkan dapat mencegah siswa mengakses konten radikal setelah insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta.
Ia juga menilai pemblokiran akses digital merupakan kewenangan pemerintah. Karena itu, kebijakan ini diharapkan dapat melindungi mentalitas generasi muda.
"Ini sangat penting untuk diblokir oleh pemerintah karena hanya pemerintah yang punya kewenangan," katanya.
Baca juga: YouTube akan gunakan teknologi AI untuk deteksi usia pengguna remaja
Baca juga: Florida setuju batasi usia akses medsos minimal 17 tahun
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz di Jakarta, Rabu (27/8/2025). ANTARA/Khaerul IzanOrang tua tidak mungkin bisa sepenuhnya menahan anaknya mengakses hal-hal itu. "Di rumah mungkin bisa diawasi, tapi di luar kan tidak lagi dalam kontrol kita," ujarnya.
Aziz mengemukakan bahwa kebijakan pembatasan seharusnya dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Aziz mencontohkan sejumlah negara maju yang telah membatasi akses anak di bawah umur terhadap konten sensitif di medsos agar tidak disalahgunakan dan menjaga keamanan negara.
"Kita juga harus punya aturan yang sama. Konten sensitif atau konten yang berbau kriminal seharusnya bisa diblokir negara," katanya
Ia berharap agar anak-anak dan remaja tidak lagi bisa mengakses konten negatif, karena nantinya bisa disalahgunakan dan berpotensi mengganggu ketahanan serta keamanan negara.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































