Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyebut pentingnya seluruh pihak, termasuk pemerintah untuk bekerja sama mengubah cara berpikir kelompok untuk mengatasi kejadian intoleransi yang belakangan kembali marak di Tanah Air.
"Ada berbagai macam hal yang terkait pola peristiwa (intoleransi), struktur sosial yang memberikan dukungan terhadap peristiwa itu, bahkan yang paling penting kita tangani itu kalau sudah menyangkut state of mind orang atau cara berpikir sekelompok orang," kata Ketua PBNU Rumadi Ahmad dalam konferensi pers di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, Selasa.
Ia mengemukakan dibalik peristiwa-peristiwa intoleransi yang tampak, tentu ada alasan dibaliknya yang terkait cara berpikir komunitas atau kelompok masyarakat seperti apa.
Baca juga: KWI minta aparat usut tuntas intoleransi yang ancam kebebasan beragama
"Fenomena-fenomena di permukaan itu tidak akan hilang kalau kita tidak bisa menyelesaikan persoalan yang terkait dengan cara berpikir orang, yang sering salah paham, salah memahami agama lain, bahkan yang paling sering perasaan terancam, kemudian membentuk pola pikir, sehingga menimbulkan aksi-aksi intoleransi," ujar dia.
Ia menegaskan komunitas agama memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan mental model (state of mind) kelompok atau seseorang, utamanya ketika melihat orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka.
Selain itu, menurutnya, upaya-upaya perbaikan regulasi juga diperlukan agar tindakan intoleransi dapat ditekan dan tidak terjadi secara berulang di Indonesia.
"Selain memberikan pemahaman terus-menerus kepada masyarakat, upaya-upaya melakukan perbaikan regulasi perlu dilakukan supaya hal-hal yang terkait tindakan intoleransi bisa ditutup. Pemerintah sudah mulai membicarakan lagi perbaikan peraturan bersama yang dulu digagas supaya menjadi Peraturan Presiden," ucapnya.
Ia menekankan pentingnya pemerintah menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan di dalam konstitusi, dalam peraturan perundang-undangan, termasuk melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Beragama dan Berkeyakinan yang sempat dilontarkan oleh Menteri Hak Asasi dan Manusia (HAM) Natalius Pigai.
"Menteri HAM pernah melontarkan wacana menyusun RUU beragama dan berkeyakinan, ini perlu direspons tentang jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan agar celah-celah yang memungkinkan orang-orang melakukan tindakan intoleran bisa ditutup. Kalau itu sudah ada, aparat penegak hukum tidak ragu-ragu lagi mengambil tindakan," tuturnya.
Baca juga: Komnas HAM sampaikan rekomendasi menyusul kejadian dugaan intoleransi
Baca juga: FKUB Papua Barat kecam tindakan intoleransi di sejumlah daerah
Sebelumnya, sekelompok warga membubarkan ibadah di rumah doa Jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, pada 27 Juli 2025.
Selain di Kota Padang, kasus-kasus intoleransi berupa pengrusakan rumah ibadah hingga pelarangan ibadah juga terjadi di wilayah-wilayah lain, seperti di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, kemudian Depok (Jawa Barat), Pontianak (Kalimantan Barat), serta Kediri (Jawa Timur).
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.