Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Radian Syam menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan agar pemilihan umum (pemilu) digelar terpisah merupakan momentum konsolidasi pemilu.
Dalam Webinar Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APTHN-HAN) di Jakarta, Kamis (10/7), ia menilai penting agar demokrasi ke depan bisa lebih maju berlandaskan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil).
"Dengan demikian, pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar dipilih oleh rakyat dan mampu memajukan bangsa Indonesia," kata Radian, seperti dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Dalam perspektif hukum tata negara, Radian menegaskan bahwa sifat putusan MK merupakan final dan mengikat, sebagaimana bunyi Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Di sisi lain, lanjut dia, pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali berdasarkan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, sedangkan dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 mengamanatkan bahwa terdapat jeda paling lama 2,5 tahun antara pemilu nasional ke pemilu lokal.
Ia mengatakan bahwa MK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kewenangan yang berbeda, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, di mana Pasal 24C mengatur kewenangan MK terkait peninjauan kembali sebuah UU terhadap UUD 1945 serta Pasal 20 mengatur DPR sebagai pembentuk UU.
Dengan begitu, dikatakan bahwa seluruh pihak harus menghormati kewenangan yang dimiliki oleh dua lembaga tinggi tersebut.
Kendati demikian, Radian juga menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Karena jika lembaga penyelenggara pemilu tidak diperkuat, sambung dia, maka tujuan pemilu Untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat secara demokratis guna mewujudkan pemerintahan yang sah, transparan, dan akuntabel akan sulit diwujudkan.
"Ini termasuk pentingnya perbaikan proses penegakan hukum pemilunya," ucap dia.
Adapun webinar diselenggarakan dengan tema Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi: Tindak Lanjut, Tantangan, dan Solusi.
Dalam acara itu, hadir pula sebagai narasumber Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayudan, Deputi Bidang Koordinasi Informasi dan Evaluasi Kantor Komunikasi Kepresidenan Fritz Edward Siregar, Pengurus Pusat APHTN-HAN Radian Syam, serta dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah.
Webinar pun dibuka oleh Ketua Harian APHTN-HAN Prof. Retno Saraswati serta dihadiri dari berbagai kalangan yang sangat antusias dalam memajukan dan memberikan solusi terhadap putusan MK tersebut.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.