Ombudsman sebut kata "oplosan" kurang tepat gambarkan polemik beras

1 month ago 6

Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai bahwa kata "oplosan" kurang tepat untuk menggambarkan polemik beras yang saat ini sedang terjadi hingga menimbulkan kelangkaan.

Yeka mengatakan bahwa kata yang tepat adalah "percampuran" antarvarietas beras, yang sebenarnya selama ini sudah lazim terjadi dan hal itu masih sah untuk dilakukan selama tidak menipu konsumen.

"Yang tidak boleh, contohnya beras SPHP sudah dikemas oleh Bulog misalnya. Sebelum dijual, dibuka kemasannya, lalu dioplos dan dijual dengan harga komersial. Itu baru nggak boleh," kata Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat.

Menurut ia, beras "oplosan" yang terjadi di tengah masyarakat adalah praktik percampuran varietas beras yang sudah sejak lama terjadi. Misalnya, ada percampuran dua varietas beras yang memiliki perbedaan fisik pada butirannya.

Kalau sudah dicampur, kata Yeka, sudah tidak bisa dibedakan lagi ketika telah menjadi nasi.

Baca juga: Ombudsman dalami kesamaan kualitas beras SPHP dan beras komersil Bulog

Selain itu, ada juga praktik percampuran antara beras yang memiliki perbedaan mutu. Selama hal tersebut tidak menipu konsumen maka hal itu sah-sah saja untuk dilakukan.

Ia mengatakan percampuran varietas atau mutu beras yang tidak membohongi konsumen itu justru bisa menguntungkan konsumen karena harga beras bisa menjadi lebih terjangkau.

Saat ini, kata Yeka, harga beras di pasaran sudah berada pada kisaran Rp12 ribu hingga Rp16,5 ribu per kilogram. Padahal, dua bulan lalu, harga beras masih berkisar Rp8 ribu hingga Rp12 ribu per kilogram.

"Jadi, kalau menurut saya percampuran itu keniscayaan, tidak bisa dihindarkan. Yang tidak boleh itu adalah membohongi konsumen," katanya.

Baca juga: Harga beras masih mahal, Ombudsman duga ada penyalahgunaan beras SPHP

Baca juga: YLKI: Oplosan beras rendah jadi SPHP rugikan negara hingga konsumen

Baca juga: Satgas Pangan Polri ungkap modus produsen beras langgar standar mutu

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |