Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI (ORI) menilai saat ini masyarakat dan perbankan masih dalam fase menanti dan mengamati atau wait and see untuk mengajukan maupun memberikan kredit.
"Salah satu penyebab masyarakat maupun perbankan saat ini ada dalam tahap wait and see untuk mengambil atau memberikan kredit lantaran maraknya kejahatan perbankan saat ini," ucap Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam focus group discussion bertajuk "Kolaborasi Peningkatan Kapasitas Penyelenggara Publik Perbankan" di Jakarta, Selasa, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dari sisi pemohon kredit, ia menyebutkan terdapat keraguan masyarakat terhadap kemungkinan data yang disalahgunakan oleh perbankan.
Yeka menuturkan saat ini keamanan data sudah memasuki fase yang serius, sehingga diperlukan peningkatan keamanan data nasabah.
Sementara, dari sisi pemberi kredit, dia mengungkapkan terdapat keraguan perbankan untuk memberi kredit kepada masyarakat di tengah kondisi ekonomi saat ini, yang berpotensi menyebabkan adanya gagal bayar.
"Belum lagi nanti ada tipu-tipu di administratif oleh pemohon kredit, bisa juga di appraisal dan slip gaji, sehingga akhirnya mangkrak," tutur dia.
Maka dari itu, ia meragukan kebijakan penempatan dana Rp200 triliun di perbankan berjalan efektif.
Dirinya pun mengingatkan potensi terjadinya kredit fiktif yang dilakukan perbankan dengan dana yang ditempatkan tersebut guna mencapai target.
Kredit fiktif adalah kredit yang disalurkan bank kepada nasabah dengan menggunakan data atau dokumen yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, atau dibuat-buat oleh pihak internal bank atau pihak lain.
"Dengan berbagai macam teknologi informasi saat ini nampaknya kejahatan di perbankan itu ya akan tetap ada. Perbankan akan menjadi sasaran bagi pelaku kejahatan, karena memang di situ sumber keuangannya," kata Yeka menekankan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak akan menoleransi praktik korupsi, termasuk adanya potensi kredit fiktif dalam penyaluran dana Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mewaspadai adanya praktik kredit fiktif tersebut.
"Kalau dia (bank menyalurkan) kredit fiktif, kalau ketahuan ya ditangkap dan dipecat. Tapi, saya enggak tahu kalau (dana) sebesar itu apakah mereka berani kredit fiktif," kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Menurut dia, dana tersebut untuk dikelola melalui mekanisme bisnis andalan masing-masing bank. Sementara pemerintah tidak akan ikut campur dalam penyaluran kreditnya.
Baca juga: Ombudsman selamatkan kerugian masyarakat sektor ekonomi Rp413,9 miliar
Baca juga: Ombudsman tangani 242 laporan pelayanan sektor ekonomi pada 2021-2024
Baca juga: Ombudsman nilai perbankan nasional siap memasuki era digital banking
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.