Ahli luruskan mitos mammografi sebabkan kanker

1 hour ago 1

Jakarta (ANTARA) - Mammografi masih menjadi standar utama skrining kanker payudara, namun sebagian masyarakat Indonesia masih menyimpan kekhawatiran bahwa prosedur tersebut dapat memicu kanker akibat paparan radiasi.

“Kami mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk tidak menunda pemeriksaan skrining kanker payudara. Kami berharap, pengalaman yang sebelumnya mencemaskan kini berubah menjadi lebih cepat, lembut, dan menenangkan, karena setiap detik yang diselamatkan bisa berarti kesempatan hidup yang lebih besar,” kata CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS dalam keterangannya pada Rabu.

Secara medis, paparan radiasi dari mammografi digital dua arah rata-rata hanya 0,4 mSv, setara dengan paparan alami radiasi lingkungan selama tujuh minggu. Kajian Badan Nasional Akademi Sains Amerika Serikat (BEIR VII) menyebut risiko kanker akibat prosedur tersebut hanya sekitar 1–10 kasus per 100.000 perempuan, angka yang sangat kecil dibandingkan potensi nyawa yang dapat diselamatkan.

Sebagai upaya meningkatkan deteksi dini, MRCCC Siloam Hospitals Semanggi bersama Siemens Healthineers memperkenalkan teknologi mammografi 3D terbaru Mammomat B.brilliant. Alat itu memungkinkan pemindaian hanya dalam lima detik dengan sudut pemindaian 50 derajat, lebih lebar dibanding teknologi sebelumnya, sehingga gambar yang dihasilkan lebih detail.

Baca juga: Wanita di bawah usia 40 tahun boleh jalani pemeriksaan mammografi

Perlu diketahui bahwa, dengan karakter payudara orang Asia yang cenderung padat, pemindaian 3D dengan sudut lebar sangat membantu karena menghasilkan lebih banyak gambar. Fitur ini menjadikan proses skrining berlangsung lebih nyaman dan aman dengan waktu singkat, sekaligus mengurangi kecemasan pasien.

“Mammomat B.briliant tidak sekadar peningkatan teknologi, ini adalah penegasan dari komitmen kami untuk mengutamakan pengalaman medis pasien kami, khususnya bagi pasien perempuan," kata dr Edy.

Survei American Journal of Roentgenology (AJR) juga mencatat lebih dari 70 persen pasien meyakini manfaat mammografi jauh lebih besar dibanding risikonya. Dengan deteksi lebih dini, peluang kesembuhan meningkat drastis, sementara biaya pengobatan dapat ditekan karena kanker belum berkembang ke stadium lanjut.

Di Indonesia, kanker payudara masih menjadi kanker dengan jumlah kasus terbanyak. Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan terdapat 66.271 kasus baru dengan angka kematian mencapai 22.598 jiwa.

Organisasi kesehatan internasional merekomendasikan perempuan usia 40 tahun ke atas atau yang memiliki faktor risiko untuk rutin melakukan mammografi. Prosedur ini mampu mendeteksi kelainan seperti mikrokalsifikasi maupun tumor pada tahap sangat awal, ketika pengobatan lebih efektif dilakukan.

Edukasi publik tentang keamanan mammografi dinilai penting agar perempuan tidak lagi ragu menjalani skrining. Deteksi dini bukan hanya meningkatkan harapan hidup, tetapi juga menjaga kualitas hidup perempuan dan keluarganya.

Baca juga: Satu persen populasi miliki payudara ketiga, berbahayakah?

Baca juga: Waktu yang tepat untuk wanita USG payudara dan mammografi

Baca juga: Pakar hematologi onkologi: USG payudara diarahkan pada wanita muda

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |