Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, perbankan syariah tetap perlu melakukan mitigasi risiko terhadap dampak kebijakan penerapan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dapat mempengaruhi kinerja debitur tertentu.
“OJK mendorong perbankan syariah semakin menguatkan awareness terhadap perkembangan makro ekonomi global maupun domestik,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin.
Dian menambahkan, OJK juga meminta perbankan syariah secara konsisten menerapkan manajemen risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk melakukan assessment lanjutan terhadap debitur yang memiliki exposure pada sektor terdampak.
Selain itu, perbankan syariah diminta untuk melakukan mitigasi lebih dini terhadap potensi risiko yang mungkin terjadi dari dampak kebijakan tarif.
“Perbankan syariah juga harus mampu mencari peluang yang timbul dari kondisi saat ini,” kata Dian.
Di tengah dinamika perekonomian global yang dipengaruhi berbagai faktor seperti kebijakan tarif Presiden Trump, potensi perlambatan aktivitas ekspor-impor, serta fluktuasi nilai tukar, Dian menyampaikan bahwa sektor perbankan syariah tetap menunjukkan ketahanan akan efek rambatan yang muncul pada sektor perbankan secara keseluruhan.
Secara nasional, perbankan syariah tercatat memiliki eksposur risiko pasar yang secara umum lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional, sehingga dapat berperan sebagai penopang stabilitas dalam sistem keuangan nasional secara keseluruhan.
Namun, meski eksposur risiko pasar lebih rendah, Dian mengingatkan agar perbankan syariah tetap melakukan mitigasi risiko sebagai antisipasi dampak rambatan ketidakpastian global. Di sisi lain, bank syariah juga dapat memanfaatkan peluang dalam perdagangan internasional.
“Sebagaimana diketahui, pemerintahan Trump juga menunda pemberlakuan tarif dimaksud dan masih dilakukan berbagai upaya oleh banyak yurisdiksi untuk mendiskusikan hal tersebut. Sebagaimana diketahui pula, debitur yang dibiayai perbankan syariah tidak selalu memiliki keterkaitan dengan isu ini dan masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dalam perdagangan internasional saat ini,” kata Dian.
Berdasarkan data OJK, per Februari 2025, total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp949,56 triliun dengan market share meningkat menjadi 7,46 persen dari sebelumnya 7,50 persen pada Januari 2025.
Dari sisi intermediasi, pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah tercatat Rp642,64 triliun atau tumbuh sebesar 9,17 persen year on year (yoy). Sedangkan dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 7,91 persen yoy menjadi Rp729,56 triliun.
Kualitas penyaluran pembiayaan tetap terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) gross berada pada level 2,21 persen per Februari 2025. Tingkat permodalan bank syariah tetap kuat tecermin dari capital adequacy ratio (CAR) yang tercatat sebesar 25,1 persen pada periode yang sama.
Adapun rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 133,46 persen dan 27,78 persen per Februari 2025, masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Baca juga: "Spin off" BTN Syariah ditargetkan selesai kuartal III-2025
Baca juga: OJK: Intermediasi SJK syariah masih tumbuh positif per Februari 2025
Baca juga: Bank Mega Syariah catat lonjakan transaksi nontunai saat Lebaran 2025
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025