Menteri P2MI sebut perlindungan PMI perlu kolaborasi

3 hours ago 6

Batam (ANTARA) - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia butuh kolaborasi dengan semua pihak, baik itu kementerian, lembaga, maupun organisasi kemasyarakatan.

“Dalam hal melakukan perlindungan terhadap PMI saya kira Kementerian P2MI tidak bisa bekerja sendiri, harus mengajak banyak pihak mulai dari kementerian, lembaga lain sampai dengan organisasi masyarakat dan tokoh masyarakat berpengaruh,” kata Karding di Batam, Kepulauan Riau, Kamis.

Menurut dia, dengan kolaborasi dan kerja sama P2MI dapat meminta bantuan kepada mitra-mitra tersebut untuk melakukan sosialisasi secara masif tentang pemberangkatan PMI secara benar dan prosedural (legal).

Selain itu, juga bisa melakukan pendampingan dalam hal pemberdayaan ekonomi, pendampingan pemberdayaan pengasuhan anak PMI yang ditinggal bekerja orang tuanya, menjaga keluarga PMI tetap utuh, dan banyak peluang lainnya.

Seperti hari ini Kementerian P2MI menggandeng Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) di Batam terkait perlindungan PMI dan mencegah keberangkatan non-prosedural.

Selain itu, kata dia, P2MI juga sudah bekerja sama dengan 12 kementerian dan lembaga serta organisasi masyarakat, termasuk PBNU dan Muhammadiyah.

“Hampir semua daerah, bukan cuma di Batam saja, ada potensi untuk diajak kolaborasi kami ajak,” katanya.

Baca juga: Wamen P2MI serap aspirasi dari perusahaan penempatan pekerja migran
Baca juga: P2MI gandeng PWKI Batam cegah PMI ilegal

Kolaborasi ini diperlukan karena P2MI juga memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya (SDA) sehingga perlu menggandeng banyak pihak untuk mengenalkan apa itu pekerja migran, bagaimana agar pekerja migran berangkat secara prosedural, dan ikut pendampingan.

Begitu juga untuk wilayah-wilayah yang menjadi kantong pekerja migran Indonesia, seperti di Jawa Tengah, NTB, dan Sumatera.

“Kalau di daerah sentra-sentra PMI kami malah punya model sendiri, kami namanya Desa Emas. Ini menyangkut banyak hal, mulai dari pemberdayaan, kesejahteraan, semua kami lakukan,” katanya.

Menurut Karding, ada banyak hal terkait perlindungan PMI yang menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan bersama.

Dari 4,3 juta PMI yang berangkat secara prosedural, 80 persen bekerja di sektor domestik atau rumah tangga, dan 67 sampai 70 persen adalah perempuan.

Rata-rata PMI perempuan ini strata pendidikannya kebanyakan sekolah dasar dan SMP, sedikit yang SMA. Sehingga rendahnya tingkat pendidikan rawan eksploitasi, rawan menjadi korban tindak pidana.

Persoalan lainnya, kebanyakan PMI perempuan minim literasi keuangan, sehingga gaji hasil bekerja keluar negeri dikirim untuk keluarga di Indonesia. Karena hubungan jarak jauh antara PMI dan pasangannya, tak jarang ketika perekonomian keluarga PMI di kampung halaman meningkat, ada yang memilih menikah lagi lantaran tak tahan ditinggal lama.

Belum lagi, anak yang ditinggal orang tuanya untuk bekerja di luar negeri, yang tentu pola asuh dan pendampingan keluarganya tidak sama dengan orang tua yang ada mendampingi.

Kemudian, beberapa dari PMI ini menemukan permasalahan saat bekerja di luar negeri, seperti dideportasi, yang kebanyakan karena berangkat secara ilegal.

Oleh karena itu, kata Karding, kolaborasi dengan semua pihak di perlukan, selain pencegahan di hilir lewat edukasi dan pendampingan agar berangkat ke luar negeri secara prosedural. Juga mencegah saat di pintu keberangkatan, untuk bisa memprofiling PMI yang diberangkatkan oleh sindikat dengan modus menggunakan paspor atau visa wisata.

Baca juga: Menteri P2MI: Perlu pola baru deteksi dini PMI ilegal di Batam
Baca juga: Menteri P2MI terima saran untuk berhati-hati cabut moratorium ke Saudi

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |