Jakarta (ANTARA) - Berawal dari kekagumannya saat melihat seorang perempuan polisi lalu lintas memberi makan seorang pemulung di jalanan, Novita Fajrin kecil bercita-cita untuk menjadi polisi saat dewasa.
Novita adalah penyandang disabilitas asal Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Salah satu jari tangan kirinya diamputasi dan bahu kirinya mengalami dislokasi karena kecelakaan saat ia berusia balita.
Novita sejak kecil hingga SMA menyenangi olahraga bela diri, bahkan aktif menjadi atlet. Beragam prestasi dari cabang olahraga pencak silat, kickboxing, hingga muaythai, ia torehkan.
Begitu lulus SMA pada 2022, Novita merasa kekurangan yang dimilikinya telah mengubur mimpinya untuk menjadi polisi, sehingga dia memilih bekerja sebagai barista dan di bidang otomotif.
Hanya saja, cerita hidup berkata lain. Pada 2024, Polri membuka penerimaan Rekrutmen Proaktif (Rekpro) Bintara Disabilitas.
Dengan niat yang bercampur antara harapan dan keraguan, Novita pun mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jatim di Surabaya untuk mendaftar. Ia membawa sejumlah sertifikat kejuaraan yang pernah diukirnya saat mendaftar.
Novita yang memiliki latar belakang atlet tidak khawatir dengan tes fisik dalam rekrutmen tersebut. Sebaliknya, dia khawatir dengan tes akademik.
Dia pun mempelajari soal-soal matematika, soal psikotes, bahkan selama tiga hari kurang tidur karena waktunya lebih banyak dihabiskan untuk belajar.
Doa orang tua
Novita meyakini bahwa doa ibunya sangat berperan dalam memuluskan langkahnya, hingga ia berhasil menggapai cita-cita.
"Ta, ibu sudah yakin dari awal kamu melangkah itu. Awalnya ibu sempat ragu, tapi ibu melihat, ya Allah, anak ini sudah usaha. Ya Allah, mohon ridhoi jika ini memang jalan yang terbaik," kata Novita menirukan perkataan ibunya.
Saat pengumuman hasil tes, namanya keluar sebagai calon siswa yang lolos. Rasa bahagia dan haru campur aduk di benaknya.
Kini Novita Fajrin berpangkat brigadir polisi dua (bripda) dan bertugas di Subdirektorat Pengendalian Massa pada Direktorat Samapta Polda Jatim.
Kisah inspiratif lainnya datang dari Nur Fatia Azzahra, gadis disabilitas dengan kondisi tuna daksa asal Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Fatia adalah lulusan sarjana psikologi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Perempuan ini berkisah bahwa ia mengalami difabel dari lahir.
Pernah suatu kali dia mengalami perundungan di sekolah lantaran ia tidak bisa bermain voli. Ayahnya yang kemudian menguatkan jiwa Fatia.
"(Perundungan) tidak mematahkan saya. Ayah memberikan motivasi kepada saya, kamu harus bisa buktikan kepada temanmu kalau kamu bisa bermain voli. Saya mencoba belajar bermain voli dan saya bisa, tapi tidak sehebat orang-orang bermain voli, tapi saya bisa," kata Fatia.
Didikan dan dukungan orang tua membuat Fatia tumbuh menjadi perempuan yang kuat dan percaya bahwa dia setara dengan orang lain.
Meskipun difabel, Fatia bersekolah di sekolah reguler hingga SMA. Beranjak dewasa, Fatia merantau ke Yogyakarta untuk kuliah di jurusan psikologi hingga lulus pada pertengahan 2023 dengan IPK 3,56.
Selang setahun kemudian ia mengetahui ada pembukaan Rekrutmen Proaktif (Rekpro) Bintara Disabilitas dari media sosial Polri.
Fatia pun menyiapkan diri untuk menghadapi tes dengan mengikuti bimbingan belajar selama sebulan dan latihan fisik.
Sulung dari dua bersaudara ini kini menjadi polwan berpangkat bripda dengan penempatan tugas di SDM Polda Bangka Belitung (Babel).
Novita Fajrin dan Nur Fatia Azzahra adalah dua dari tiga polwan disabilitas yang kini menjadi anggota Polri.
Total ada 16 orang dengan disabilitas yang lolos seleksi Rekrutmen Proaktif (Rekpro) Bintara Disabilitas dan dua perwira disabilitas dari Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS).
Kebijakan inklusif Polri
Rekrutmen kelompok disabilitas menjadi anggota Polri merupakan kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Rekrutmen tersebut memberikan peluang yang egaliter kepada masyarakat disabilitas untuk menjadi polisi dan berkesempatan meniti karir yang setara dengan polisi nondisabilitas.
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan rasa bangganya kepada para polisi disabilitas.
Mereka memiliki kemampuan yang hebat karena mampu melewati masa pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN), Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan), maupun di Akademi Kepolisian yang cukup berat, dengan baik.
Belum tentu jika yang direkrut pemuda-pemudi yang dalam kondisi fisik normal itu kuat untuk mengikuti pendidikan dasar. Tapi para disabilitas itu sudah membuktikan bahwa mereka melewati semua proses yang tidak ringan tersebut.
Para polisi disabilitas ini akan diarahkan ke bidang yang sesuai keinginan mereka, baik itu di bidang informasi dan teknologi (IT), siber, lantas, reskrim, maupun fungsi lainnya di Polri.
Pemimpin Polri juga akan memfasilitasi apabila ada personel yang ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Sejumlah negara telah lebih dulu merekrut anggota polisi dari kelompok disabilitas, di antaranya Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Uni Eropa.
Rekrutmen inklusi ini ditujukan bagi generasi muda yang memiliki keterbatasan secara fisik. Meskipun demikian, tidak serta merta semua disabilitas yang mendaftar langsung diterima, melainkan hanya mereka yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan oleh Polri.
"Disabilitas yang kita rekrut adalah yang betul-betul memiliki kelebihan dalam mendukung tugas-tugas kepolisian," kata Kabag Diapers Rodalpers SSDM Polri Kombes Pol Sugiarto.
UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjadi dasar bagi Polri untuk menggelar rekrutmen inklusif disabilitas.
Kesetaraan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyambut baik terobosan yang dilakukan oleh Polri yang telah merekrut 18 polisi dengan kategori disabilitas, termasuk tiga perempuan.
Deputi Kesetaraan Gender KemenPPPA Amurwani Dwi Lestariningsih mengemukakan bahwa misi ke-4 dalam Asta Cita Pemerintah Kabinet Merah Putih tahun 2024-2029 yang terdapat dalam dokumen awal RPJMN memuat tentang adanya penguatan kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan dan anak, serta penyandang disabilitas.
Hal ini kemudian dituangkan menjadi arah kebijakan nasional, yaitu peningkatan kesetaraan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Amurwani mengemukakan bahwa Indonesia sebagai bagian dari negara yang telah meratifikasi Convention on The Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) memegang teguh prinsip no one left behind atau tidak ada seorangpun yang tertinggal dalam kehidupan bernegara.
Langkah yang dilakukan oleh Polri ini menunjukkan bahwa Korps Bhayangkara tersebut secara strategis telah mendukung kesetaraan kepada dua kelompok, yaitu perempuan dan kaum disabilitas.
Tentunya pemimpin Polri yakin dan percaya bahwa pihak Polri sudah memikirkan bahwa beban tugas yang diberikan kepada polwan dari kelompok disabilitas sesuai dengan kondisi fisik yang bersangkutan.
Langkah maju Polri dalam rekrutmen ini hendaknya menjadi praktik baik yang dapat diikuti kementerian/lembaga lainnya dan swasta.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025