Majelis hakim tolak keberatan Zarof Ricar pada kasus suap/gratifikasi

5 days ago 2

Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar terkait dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Hakim Ketua Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan keberatan Zarof, yang diungkapkan melalui tim penasihat hukumnya, tidak berdasarkan hukum.

"Menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Untuk itu, Hakim Ketua memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut berdasarkan surat dakwaan penuntut umum dan menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.

Hakim Ketua mengungkapkan keberatan penasihat hukum Zarof pada pokoknya menyatakan bahwa dalam surat dakwaan penuntut umum, perkara yang diuraikan bukan merupakan kasus korupsi, melainkan pidana umum.

Dengan demikian, penasihat hukum Zarof menilai penegakan hukum tersebut seharusnya menjadi kewenangan pengadilan negeri, bukan pengadilan tipikor.

Baca juga: JPU minta hakim tolak keberatan Zarof Ricar di kasus suap/gratifikasi

Baca juga: Zarof Ricar minta bebas dari kasus pembantuan suap dan gratifikasi

Selain itu, dalam keberatan penasihat hukum Zarof, menyebutkan bahwa pelanggaran oleh Zarof merupakan pelanggaran etik bagi pegawai negeri sehingga penegakannya merupakan kewenangan Dewan Etik dalam bentuk quasi-judicial.

Terhadap keberatan tersebut, majelis hakim berpendapat dalam dakwaan terdapat uraian pemberian sejumlah uang dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, kepada hakim di Pengadilan Negeri Surabaya oleh penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan Zarof sebagai perantara sebagai imbalan telah membebaskan Ronald Tannur.

"Maka, dakwaan penuntut umum tersebut merupakan bentuk pengaruh perkara suap yang menjadi kewenangan pengadilan tipikor, tempat pemeriksaan perkara korupsi didahulukan dari perkara lain, termasuk perkara penegakan etik oleh Dewan Etik," tutur Hakim Ketua.

Oleh karena itu, majelis hakim menilai dakwaan penuntut umum telah mencantumkan identitas lengkap terdakwa, menguraikan tindakan pidana dengan jelas, serta ditandatangani sehingga dakwaan tersebut sudah dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan lebih lanjut terhadap perkara.

Dalam kasus tersebut, Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yakni uang senilai Rp5 miliar, serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012—2022.

Pemufakatan jahat diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan suap kepada Hakim Ketua Soesilo, yang menangani perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi di MA pada tahun 2024.

Atas perbuatannya, Zarof disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |