Kumpulan puisi Chairil Anwar: Inspirasi di Hari Puisi Nasional

15 hours ago 7

Jakarta (ANTARA) - Hari Puisi Nasional menjadi momen yang tepat untuk mengenang dan merayakan karya-karya luar biasa dari Chairil Anwar.

Puisi-puisi Chairil Anwar, dengan kata-katanya yang tajam dan penuh semangat, tidak hanya menginspirasi generasi pada masanya, tetapi juga terus hidup di hati banyak orang hingga sekarang.

Dalam setiap bait, kita dapat merasakan betapa dalamnya perasaan dan pemikiran yang ia sampaikan, serta semangat yang menggelora untuk terus berjuang dan berkarya. Berikut kumpulan puisi Chairil Anwar yang menginspirasi:

Baca juga: "Binatang Jalang" dan puisi-puisi Chairil yang kini masih relevan
Hukum (Maret 1943)

Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.

Bungkuk jalannya - Lesu
Pucat mukanya - Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa

Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!

Aku (1943)

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Baca juga: Hari Puisi Nasional 28 April: Sejarah, makna, dan karya Chairil Anwar

Suara Malam (Februari 1943)

Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan "Kebakaran di Hutan"

Jadi ke mana
Untuk damai dan reda?

Mati.

Barang kali ini diam kaku saja
Dengan ketenangan selama bersatu
Mengatasi suka dan duka
Kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.

Atau ini.

Peleburan dalam Tiada
Dan sekali akan menghadap cahaya.

Ya Allah! Badanku terbakar - segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.

Kesabaran (Maret 1943)

Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu

Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli

Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi

Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba

Baca juga: 6 puisi karya penyair Indonesia untuk memperingati Hari Pahlawan

Karawang - Bekasi (1948)

Kami yang kini terbaring antara Karawang - Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang - Bekasi

Baca juga: Dirjen Kebudayaan ajak dubes negara sahabat baca puisi Chairil Anwar

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |