Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai KPK melanggar hak asasi manusia terkait pelimpahan berkas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
"Saya sampaikan dengan tegas bahwa KPK telah menegakkan hukum dengan melanggar hak asasi manusia (HAM)," kata kuasa hukum Hasto, Patra M Zen kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Patra menegaskan sudah sejak abad 18, jika seseorang dijadikan tersangka maka harus diuji terlebih dahulu benar atau tidaknya penetapan tersebut.
Dia menilai proses peradilan ini terasa dipercepat dan dipotong di tengah jalan.
"Bukan mau menyampaikan bahwa memang betul prosedur penetapan tersangka Pak Hasto ini betul-betul benar. Malah dipotong di tengah jalan," katanya.
Baca juga: Pengacara sebut Hasto dapat serangan masif usai Jokowi dipecat dari PDIP
Dia menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengabaikan hak tersangka. Dia menjelaskan perlunya proses praperadilan dijalankan sesuai prosedur dan adanya alat bukti permulaan.
"Ditetapkan tersangka mau menguji hak kita dipercepat berkasnya. Jadi sekali lagi, yang pertama KPK telah mau menegakkan hukum dengan mengenyampingkan hukum," ujarnya.
Penyidik KPK pada hari Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Baca juga: KPK: Pelimpahan Hasto ke JPU karena penyidikan telah rampung
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025