Komisi II DPR temukan 8 poin evaluasi bagi DOB Papua Barat Daya

5 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI terkait dengan evaluasi terhadap empat daerah otonom baru (DOB) menemukan ada delapan poin yang perlu menjadi evaluasi bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Papua Barat Daya.

Adapun delapan poin evaluasi itu meliputi penyelenggaraan pemerintah daerah, pembangunan infrastruktur, hingga realisasi dana hibah.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebutkan delapan poin itu akan menjadi bahan diskusi dalam rapat dengan Kementerian Dalam Negeri.

Menurut dia, ada beberapa permasalahan yang masih perlu dipaparkan dan menjadi diskusi antara Panja Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya terhadap perkembangan penyelenggaraan pemerintah daerah di DOB Papua Barat Daya.

Rifqinizamy mengungkapkan bahwa permasalahan yang menjadi catatan bagi Panja Komisi II, yakni: pertama, terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama pelaksanaan dan perkembangan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan provinsi di Provinsi Papua Barat Daya mulai dari era penjabat gubernur hingga Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya definitif.

Poin kedua, yang perlu dievaluasi adalah proses perkembangan pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana Pemprov Papua Barat Daya, di antaranya Kantor Gubernur Papua Barat Daya, sekretariat daerah, Sekretariat DPR Papua Barat Daya, Sekretariat MRP Provinsi Papua Barat Daya, dinas daerah, badan daerah, serta unsur perangkat daerah lainnya.

Baca juga: Komisi II DPR: Pembentukan DOB tunggu dua PP disahkan

Baca juga: Wamendagri terus kawal percepatan pembangunan DOB Papua

Ketiga, lanjut dia, adalah masalah ketersediaan anggaran sarana dan prasarana infrastruktur pemerintahan yang bersumber dari APBN dan APBD provinsi.

Keempat, masalah anggaran transfer pusat ke daerah ke Provinsi Papua Barat Daya pada tahun 2025 terkait dengan dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), alokasi dana desa, dan dana bagi hasil serta transfer pusat terkait dengan dana otonomi khusus (otsus) bagi Tanah Papua untuk Papua Barat Daya.

Permasalahan yang kelima adalah penuntasan penyerahan aset serta dokumen dari provinsi induk ke provinsi baru.

Keenam, masih kata Rifqinizamy, penyelesaian rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah nasional.

Selanjutnya permasalahan yang ketujuh, yakni pengisian dan penerimaan aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari orang asli Papua (OAP) perlu memenuhi paling banyak 80 persen sebagaimana ketentuan undang-undang.

Poin kedelapan atau yang terakhir, masalah realisasi dana hibah pemekaran Provinsi Papua Barat Daya dan dana hibah NPHD kepada KPU dan Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Ia mengatakan bahwa pemekaran daerah baru di Papua itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemerintahan Daerah yang selama ini menjadi rujukan dalam pemekaran daerah di Indonesia.

Adanya pemekaran provinsi baru, yaitu Provinsi Papua Barat Daya, dia berharap dapat menjawab semua aspirasi masyarakat, mulai dari mempercepat pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik, hingga mempercepat kesejahteraan masyarakat.

"Selain itu, mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP),” kata wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pemerintah dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur ini.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |