Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan penggalangan dana dari aparatur sipil negara (ASN) di Bali untuk korban banjir hanya sah jika dilakukan secara sukarela tanpa unsur pemaksaan atau ancaman sanksi.
Dede menilai jika instruksi donasi disertai nominal tertentu dan dianggap wajib, maka hal itu bisa melanggar aturan kepegawaian.
“Pada prinsipnya, penggalangan dana untuk tujuan kemanusiaan merupakan hal yang baik dan mulia. Namun, yang perlu dicermati adalah mekanisme dan cara pengumpulan dana dari ASN,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, muncul informasi yang beredar di sosial media terkait ASN di Bali yang diminta menyumbang antara Rp150 ribu hingga Rp1 juta lebih berdasarkan jabatan dan golongan.
Ia menekankan bahwa dalam regulasi, donasi ASN hanya boleh bersifat sukarela. Jika ada unsur kewajiban, praktik itu berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN.
Diketahui, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur asas-asas umum pemerintahan yang baik, termasuk larangan adanya penyalahgunaan wewenang dalam bentuk pungutan yang tidak berdasar hukum, sementara Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN menegaskan kewajiban ASN menjaga integritas, netralitas, serta larangan melakukan pungutan liar atau memaksa rekan kerja.
Dede mengingatkan bahwa instansi pemerintah sebaiknya merujuk aturan resmi, termasuk izin dari Kementerian Sosial, jika hendak menggalang sumbangan berskala besar.
“Sebaiknya, donasi tetap dapat dilakukan, namun harus ditekankan sifatnya sukarela dan transparan dalam pengelolaannya. Kalau sampai terkumpul Rp2,5 miliar misalnya, mekanismenya harus akuntabel agar tidak membebani ASN,” katanya.
Ia menegaskan, jika terdapat pemaksaan atau ancaman bagi ASN yang tidak ikut menyumbang, maka bisa saja hal itu dikategorikan sebagai pelanggaran administratif hingga tindak pidana ringan, apabila memenuhi unsur pungutan liar.
Dede kemudian menyarankan agar pemerintah daerah menyalurkan donasi melalui lembaga resmi dan kredibel sehingga dana kemanusiaan lebih terjamin akuntabilitasnya.
"Jika masih ragu atas aturan yang ada namun ingin solidaritas dengan kondisi, bisa menyalurkan melalui lembaga yang kredibel seperti seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), atau Dinas Sosial," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster sebelumnya telah menegaskan donasi yang dikumpulkan dari ASN di lingkungan pemerintah daerah bukan kewajiban resmi, melainkan murni atas dasar gotong royong.
“Itu dana gotong royong sukarela, kalau mau ikut silakan, kalau tidak juga tidak apa-apa,” ucap Koster di Denpasar, Kamis (18/9).
Dia menambahkan, pengumpulan donasi dari ASN bukan hal baru, bahkan pernah dilakukan saat pandemi COVID-19. Koster juga menyebut para pejabat tinggi hingga dirinya sudah turut menyumbang.
“Saya sengaja tidak membuat SK resmi karena ini pungutan gotong royong, bukan kewajiban,” ungkapnya.
Baca juga: Komisi II DPR apresiasi MPP Semarang jadi percontohan nasional
Baca juga: RUU Pemilu jadi usulan Komisi II DPR untuk Prolegnas Prioritas 2026
Pewarta: Aria Ananda
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.