Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menekankan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Harus diingat bahwa kita juga memiliki Undang-Undang akan Perlindungan Data Pribadi, jadi kesepakatan apapun yang dibuat dengan negara manapun, ya harus sesuai dengan undang-undang yang kita miliki," kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Dia menekankan keberadaan UU PDP untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki otoritas khusus dan standarisasi yang tinggi dalam perlindungan data pribadi warga negara Indonesia (WNI).
Dave pun menyebut pihaknya masih menunggu detail teknis terkait kesepakatan transfer data antara Indonesia-AS dari pemerintah tersebut.
"Kami masih menunggu detail teknisnya seperti apa, tetapi kita memiliki Undang-Undang PDP yang sudah disahkan dan itu yang menjadi pegangan untuk kita menentukan langkah-langkah selanjutnya," ucapnya.
Baca juga: FKBI tanggapi kesepakatan pengelolaan data pribadi antara RI dan AS
Untuk itu, dia belum dapat memastikan sejauh mana kewenangan transfer data Indonesia-AS itu dilakukan dan persilangannya dengan aturan yang termaktub dalam UU PDP.
"Ya, itu mesti dibaca di dalam undang-undang ya karena memang ada pasal-pasalnya yang data itu dapat disimpan, tetapi selama ada standar-standar yang ter-cover," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan kesepakatan perdagangan antara Indonesia-AS bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi dasar hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.
"Kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce," kata Menkomdigi Meutya Hafid dalam keterangan resmi tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Adapun Rabu (23/7), Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.
Baca juga: RI-AS sepakat hapus hambatan perdagangan digital
Pernyataan Hasan tersebut berkaitan dengan salah satu komitmen yang diambil Indonesia dalam kesepakatan tarif impor, yakni memberikan kepastian terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat, di mana hal tersebut dijelaskan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan poin penting dalam kesepakatan tarif impor yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia, salah satu di antaranya menyebut soal pemindahan data pribadi.
Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih, dikutip pada Rabu (23/7), hal tersebut diatur dalam poin terkait penghapusan hambatan untuk perdagangan digital. Disebutkan Amerika Serikat dan Indonesia akan merampungkan komitmen terkait perdagangan digital, jasa, dan investasi.
Sejumlah komitmen yang diambil Indonesia salah satunya adalah memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat.
"Indonesia juga akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan bahwa Amerika Serikat merupakan negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia," tulis pernyataan tersebut.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.