Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Direktorat Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik menekankan pentingnya mitigasi dan sistem cadangan (backup) dalam menghadapi ancaman kejahatan siber.
"Mitigasi dan backup bukan lagi pilihan, tetapi keharusan dalam rangka menghadapi ancaman kejahatan siber yang semakin kompleks dan canggih," kata Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Teguh Arifiyadi dalam sebuah forum tentang keamanan digital di Jakarta, Kamis.
Teguh menyampaikan bahwa hampir setiap orang di Indonesia pernah mengalami atau setidaknya menjadi target upaya penipuan digital, mulai dari SMS palsu hingga serangan rekayasa sosial (social engineering).
Menurut dia, lebih dari 90 persen serangan siber bersumber dari manipulasi sosial, yang mengecoh pengguna melalui teknik penyamaran identitas digital.
Baca juga: Kolaborasi antarpelaku membuat risiko serangan siber semakin kompleks
"Teknologi deepfake dan rekayasa AI kini bisa mengelabui sistem verifikasi paling dasar. Bahkan video call bisa dilakukan oleh pihak yang menyamar menyerupai pejabat tinggi. Jika tidak diantisipasi, dampaknya bisa sampai ke level negara," ujar Teguh.
Dalam konteks transaksi digital, Komdigi mencatat bahwa pada 2024 terdapat lebih dari 250 juta dokumen digital yang ditandatangani secara elektronik.
Teguh mengingatkan bahwa jika proses verifikasi identitas tidak dilakukan dengan standar tinggi, maka potensi penyalahgunaan dokumen bisa sangat besar, terutama jika menyangkut dokumen keuangan atau hukum bernilai tinggi.
Sebagai upaya mitigasi, Komdigi secara rutin mengaudit semua penyelenggara sertifikasi elektronik (CE) dan memperbarui standar keamanan secara harian, bukan hanya tahunan.
Teguh menekankan bahwa standar seperti verifikasi wajah harus mampu mendeteksi apakah data diambil dari kamera atau galeri, dan membedakan manusia asli dari rekayasa AI.
Baca juga: Google Cloud luncurkan pusat data operasi keamanan siber di Indonesia
Selain itu, ia menegaskan pentingnya sistem backup yang andal guna menghindari kerugian akibat serangan siber.
Teguh juga mengingatkan bahwa keamanan digital tidak bisa hanya diukur dari nilai perangkat atau sistemnya, tetapi dari aset dan data yang dilindungi.
“Banyak yang berpikir pagar seharga Rp5 miliar sudah cukup untuk rumah Rp10 miliar, padahal mereka lupa bahwa isi rumah dan nyawa penghuninya jauh lebih bernilai,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Komdigi kini gencar mendorong pendekatan holistik yang melibatkan masyarakat, penyelenggara layanan digital, dan seluruh ekosistem untuk memperkuat proteksi dari serangan siber termasuk dari potensi serangan oleh pelaku dalam (insider threat).
“Tidak ada sistem yang benar-benar kebal. Tapi dengan mitigasi yang matang dan backup yang kuat, kerugian bisa ditekan. Ini bukan sekadar urusan teknis, tapi soal keberlangsungan layanan dan keselamatan digital masyarakat,” pungkasnya.
Baca juga: Google Cloud perkuat keamanan siber dengan program Indonesia BerdAIa
Baca juga: AWS luncurkan tiga layanan keamanan terbaru di re:Inforce
Baca juga: Ensign: Sektor perhotelan dan kuliner jadi target baru serangan siber
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.