Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menargetkan mendaur ulang 33 ribu ton sampah plastik menjadi energi terbarukan untuk mengurangi beban sampah di Indonesia yang saat ini dapat mencapai hampir 140 ribu ton setiap hari.
"Jadi, jumlah sampah saat ini dihasilkan oleh Indonesia satu harinya itu sekitar 140 ribu ton sampah yang dihasilkan, dan ditargetkan akan diolah melalui sistem waste to energy (limbah menjadi energi) itu sekitar 33 ribu ton sampah," kata Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun KLH/BPLH Ade Palguna Ruteka dalam gelar wicara di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan untuk mendorong pengelolaan sampah plastik menjadi energi terbarukan, perusahaan juga diminta memanfaatkan sisa-sisa kemasannya menjadi reuse dry fuel (RDF) atau bahan bakar kering yang dapat digunakan kembali.
"Kami juga mendorong industri-industri yang menghasilkan plastik untuk mengambil kembali sisa kemasannya dan bisa dimanfaatkan untuk RDF jadi bahan bakar untuk digunakan dalam pengolahan semen dan sebagainya," ujar dia.
Baca juga: KLH dan Kemenperin segera bahas peta jalan tangani sampah plastik
Ia mengemukakan Indonesia memiliki sekitar 16 pabrik semen di seluruh Indonesia dan rata-rata mereka menyerap RDF atau sisa plastik yang harus diolah dengan ukuran tertentu agar bisa digunakan sebagai bahan bakar di dalam industri semen tersebut.
Menurutnya, selama ini pengelolaan sampah plastik menjadi energi terbarukan masih belum optimal di Indonesia karena budaya membuang sampah pada tempatnya tidak dikenalkan sejak kecil di Indonesia.
"Sebenarnya lebih banyak karena kebiasaan kita dari kecil. Kita memang selama ini sudah diajarkan untuk membuang plastik atau sampah pada tempatnya, dan sebagainya, hanya belum menjadi budaya yang diikuti oleh semua orang bahwa kita harus bertanggung jawab terhadap sampah kita semua, sampah kita masing-masing," ucapnya.
Pengelolaan sampah di rumah tangga, ucap dia, seperti memisahkan antara bahan organik dan anorganik juga belum menjadi budaya di keluarga Indonesia, padahal bermanfaat besar apabila hal tersebut menjadi kebiasaan.
"Nah, kalau misalnya semua masyarakat itu sadar bahwa organik dan anorganik harus dipisah, berarti semua organik bisa dimanfaatkan untuk pupuk, pupuk cair, dan sebagainya, bisa digunakan untuk biogas dan sebagainya. Nah, yang anorganik bisa dimanfaatkan misalnya untuk membuat panel-panel, kemudian bisa juga untuk bahan bakar dan sebagainya," katanya.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Ade, angka pengelolaan sampah di Indonesia saat ini masih sekitar 39,1 persen, sedangkan 60 persen sampah lainnya belum terkelola, oleh karena itu, Indonesia harus mendorong pengelolaan sampah itu hingga 51,2 persen sampai akhir tahun 2025.
"Kemudian sampai 100 persen pada tahun 2029, sehingga masih banyak pekerjaan rumah buat kita untuk bisa mengurangi sampah di lingkungan, sehingga harus kita kelola sampai 100 persen sampah itu," kata dia.
Baca juga: KLH peringatkan sampah laut mulai banyak masuk wilayah Bali
Baca juga: Menteri LH: Ketentuan produsen wajib kelola sampah plastik terbit 2025
Baca juga: RI pastikan tangani polusi plastik tanpa menunggu perjanjian global
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.