Jakarta (ANTARA) - Fenomena bola api yang tampak melayang di tengah hutan kerap memunculkan rasa ketakutan bagi sebagian masyarakat di Indonesia.
Sosok tersebut dikenal dengan nama banaspati, makhluk berapi yang sudah lama hidup dalam legenda masyarakat Jawa dan Kalimantan.
Meskipun kisahnya lekat dengan nuansa mistis, ilmu sains ternyata memiliki penjelasan di balik kemunculan “bola api” ini.
Banaspati dalam kepercayaan masyarakat Jawa
Dalam tradisi Jawa, banaspati digambarkan sebagai makhluk mistis berbentuk bola api yang bisa melayang atau sosok manusia terbakar dengan posisi terbalik, di mana kakinya menghadap ke atas.
Sosok ini sering dikaitkan dengan kekuatan jahat, teluh, atau santet yang dikirim untuk mencelakai seseorang. Kemudian, ada kepercayaan masyarakat yang menyebut banaspati sebagai penjaga hutan.
Banaspati diyakini muncul di antara pepohonan dan melayang dari satu titik ke titik lain. Karena itu, banyak warga yang tidak mau berjalan sendirian di hutan saat malam hari, terutama ketika melihat cahaya misterius yang bergerak pelan dari kejauhan.
Bentuk banaspati juga ditemukan dalam relief candi-candi di Jawa, terutama di bagian ambang pintu masuk.
Ukiran tersebut berfungsi sebagai simbol pelindung yang dipercaya dapat mengusir roh jahat atau energi negatif yang mencoba memasuki kawasan suci ini.
Dalam dunia perdukunan, banaspati disebut sebagai bagian dari ilmu hitam, digunakan oleh orang yang memiliki kekuatan supranatural untuk mengirimkan teluh atau santet. Sosoknya yang berapi dianggap berbahaya karena bisa membakar siapa pun.
Ukuran bola api ini dikirakan sebesar genggaman tangan orang dewasa, namun bisa membesar ketika korbannya ketakutan.
Sementara dalam wujud manusia terbakar, banaspati berjalan dengan kedua tangan dan kakinya menghadap atas sambil menjulurkan lidah api untuk memangsa targetnya.
Dalam masyarakat Jawa dikenal tiga jenis banaspati, yakni banaspati geni (api), banaspati tanah liat, dan banaspati air.
Penjelasan ilmiah di balik fenomena munculnya banaspati
Meski sering dikaitkan dengan kisah mistis, keberadaan bola api yang dikenal masyarakat sebagai banaspati ternyata memiliki penjelasan logis dari sudut pandang sains.
Dalam kajian ilmiah, fenomena tersebut disebut “Ignis Fatuus” atau “Will-o’-the-Wisp”, yakni cahaya alami yang biasa muncul di daerah lembap seperti rawa-rawa, hutan, hingga area pemakaman.
Cahaya tersebut berasal dari adanya gas metana (CH4) dan fosfin (PH3) yang dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik di alam, seperti tumbuhan atau hewan yang telah mati.
Ketika gas-gas ini keluar ke permukaan dan bertemu oksigen di udara, terjadi reaksi pembakaran yang memunculkan nyala api kecil berwarna kebiruan.
Gas metana memiliki massa lebih ringan dibanding udara, nyala api tersebut tampak melayang, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah bola api itu hidup dan bergerak sendiri.
Dari perspektif ilmu atmosfer, kondisi lingkungan juga berperan dalam memunculkan fenomena ini. Udara yang lembap, suhu hangat, serta tekanan udara rendah di permukaan tanah dapat mempercepat proses pembakaran gas.
Tak hanya itu, lapisan udara panas juga bisa memantulkan cahaya, menciptakan ilusi optik berupa bola api yang tampak bergerak perlahan di malam hari, fenomena yang kerap membuat banyak orang mengira sedang melihat penampakan makhluk gaib.
Kondisi tersebut umum terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama pada malam hari yang tenang dan lembap. Oleh sebab itu, fenomena banaspati kerap muncul di hutan-hutan Jawa dan Kalimantan.
Fenomena serupa ternyata tidak hanya ditemukan di Indonesia. Di beberapa negara seperti Irlandia, Inggris, dan Jepang, cahaya misterius ini juga menjadi bagian dari cerita rakyat.
Di Eropa, misalnya, cahaya itu dikenal sebagai “Will-o’-the-Wisp”, dipercaya sebagai roh gentayangan yang menyesatkan orang di tengah rawa.
Meskipun berbeda budaya dan memiliki tafsir masing-masing, ilmu sains memberi penjelasan bahwa semua fenomena ini berakar pada proses reaksi kimia alami di alam.
Banaspati tak hanya sekadar kisah menakutkan dalam legenda, namun juga menunjukkan bagaimana alam dan kepercayaan manusia saling berkaitan.
Di satu sisi, banaspati hidup dalam tradisi mistis masyarakat, namun di sisi lain, ilmu sains membuktikan bahwa bola api itu hanya hasil dari reaksi gas dan udara yang berpadu secara alami.
Baca juga: Dentuman dan bola api Cirebon, BRIN: Meteor besar jatuh di Laut Jawa
Baca juga: Sepak bola api ramaikan Ramadhan di Kenjeran Surabaya
Baca juga: Puncak hujan meteor orionid terjadi 21 Oktober 2025, Ini penjelasannya
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































