Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menegaskan bahwa keterlibatan Indonesia dalam forum konsultatif informal MIKTA merupakan salah satu bukti konkret dari pelaksanaan diplomasi multilateral.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup, Kemlu, Tri Purnajaya saat menjadi salah satu pembicara dalam journalist workshop yang diselenggarakan oleh Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis.
“MIKTA memungkinkan kami menjalankan diplomasi multilateral yang proaktif dan konstruktif. NIPTA mendukung penekanan bahwa diplomasi tidak lagi, seperti yang kita lihat saat ini, secara jelas bukan lagi ranah eksklusif,” katanya.
Tri menjelaskan bahwa MIKTA — akronim dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia — berfungsi sebagai platform non-entrepreneurship yang menggunakan soft power dan diplomasi untuk membentuk gagasan, menghasilkan konsensus, dan memengaruhi wacana global.
Nilai-nilai MIKTA, sebutnya, selaras dengan prinsip-prinsip dari kebijakan luar negeri Indonesia yang didasarkan pada komitmen terhadap keterlibatan aktif, multilateralisme, dan pembangunan perdamaian.
Tri menekankan bahwa MIKTA sebagai forum informal sangat melengkapi berbagai forum-forum lain yang sudah diikuti oleh Indonesia, dan menjadi peluang bagi Indonesia untuk terus memperkuat hubungan strategis dengan berbagai pihak.
Baca juga: Ketua DPR sebut negara MIKTA penting jadi jembatan antarkekuatan besar
Baca juga: Wamenlu RI serukan MIKTA terus dorong reformasi tata kelola global
“Keikutsertaan dalam BRICS, OECD, dan pada saat yang sama menjadi anggota MIKTA, sama sekali tidak saling bertentangan atau memengaruhi keanggotaan kita di forum-forum lainnya. Justru, kami meyakini BRICS menjadi satu forum lain untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang, sekaligus menjadi kesempatan untuk lebih terlibat,” tegasnya.
Lebih lanjut Tri menilai bahwa peranan MIKTA yang terdiri dari negara-negara dengan middle power (kekuatan menengah) menjadi semakin penting terutama di ruang-ruang di mana kekuatan menengah sering diabaikan oleh negara-negara besar, seperti yang terjadi saat ini.
“MIKTA terdiri dari lima negara anggota dengan latar belakang demokrasi yang beragam dari benua yang berbeda. Jadi, ini adalah lingkungan antar-regional, juga utara-selatan,” ucapnya.
Seiring dengan semakin terdengarnya pernyataan yang dikeluarkan atas nama MIKTA, Tri menilai hal tersebut menjadi pertanda positif bahwa forum ini semakin dikenal dan dipahami, baik melalui peran maupun pesan yang dibawanya.
“Kami berharap MIKTA tidak hanya dipandang sebagai akronim abstrak, tetapi sebagai contoh nyata tentang bagaimana kita sebagai masyarakat Indonesia, bersama dunia masyarakat dunia lainnya, mendorong batas, membentuk norma, dan memastikan diplomasi tetap menjadi kekuatan kebaikan,” ucapnya.
Adapun MIKTA dibentuk pada tahun 2013 saat pertemuan para menteri luar negeri MIKTA di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York. Forum konsultatif informal ini berkomitmen untuk aktif dalam diskusi di forum multilateral untuk mengurangi kesenjangan antar negara maju dan negara berkembang.
Baca juga: Presiden Prabowo bertemu para pemimpin MIKTA di KTT G20 Brasil
Baca juga: Prabowo serukan “Viva Zapata!” di hadapan Presiden Meksiko
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.