Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya R. Wijaya Kusumawardhana menjelaskan bahwa penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk layanan kesehatan memiliki risiko tinggi, terutama untuk mendiagnosis penyakit.
"Pada layanan kesehatan tidak boleh sejauh itu (penggunaan AI), itu berisiko tinggi karena mencakup keselamatan nyawa seseorang," kata Wijaya di Kantor Kemkomdigi, Jakarta pada Jumat.
Menurutnya, penggunaan AI dalam pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya dilarang, tetapi tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada teknologi tersebut.
Baca juga: Pemerintah tekankan pentingnya integrasi etika dan inklusivitas AI
Meskipun AI dapat digunakan untuk membantu diagnosis penyakit, namun pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil yang akurat.
"Apalagi penyakit-penyakit udah berhubungan penyakit dalam. Itu harus lebih hati-hati lagi," ujar Wijaya.
Peran dokter tetap krusial dalam mendiagnosis dan memberikan pengobatan serta tidak bisa digantikan oleh AI karena dalam pemeriksaan kesehatan pasien terdapat kode etik kedokteran dan medis yang harus dipatuhi.
Baca juga: Indonesia diharapkan jadi tuan rumah forum AI global tahun 2025
"AI menerbitkan resep sendiri itu tidak boleh karena harus berbasis daripada (pemeriksaan) manusia," ucapnya.
Dia mencontohkan, pada platform layanan kesehatan daring tidak sepenuhnya bisa menangani semua penyakit, terutama penyakit berat dan kompleks. Pasien tetap diminta untuk melakukan pemeriksaan langsung seperti MRI dan CT Scan agar mendapat diagnosis yang tepat.
"Misalnya ada benjolan, dia (dokter) harus tanya MRI atau CT scan untuk ingin tau jangan-jangan benjolan ini memang betul kanker atau hanya sekadar limfoma," kata Wijaya.
Baca juga: Menkomdigi ajak Filipina perkuat kolaborasi kembangkan AI yang etis
Wijaya mengungkapkan Kemkomdigi menargetkan regulasi yang mengatur pemanfaatan AI memasuki tahap legislasi pada awal bulan Agustus 2025.
"Berharap dalam akhir bulan ini (Juli) sudah bisa atau awal bulan depan (Agustus) sudah masuk legislasi. Jadi sudah dibahas lintas kementerian," kata Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya R. Wijaya Kusumawardhana di Kantor Kemkomdigi, Jakarta pada Jumat.
Baca juga: SE Etika AI diharapkan hasilkan kebijakan negara yang fleksibel
Menurutnya, saat ini Kemkomdigi tengah menjalani proses pembahasan lintas kementerian dan lembaga terkait regulasi AI. Setelah pembahasan itu membuahkan kesepakatan, rancangan regulasi tersebut akan dibawa ke Kementerian Hukum untuk kemudian menjalani proses legislasi.
Wijaya mengatakan, pihaknya mengharapkan regulasi tersebut nantinya akan berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau tingkatan di atasnya.
Baca juga: Dosa peradaban terhadap lingkungan di era teknologi dan akal imitasi
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.