Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum (Kemenkum) menyebutkan pelanggaran kekayaan intelektual (KI) di Indonesia marak dilakukan pada era digital sehingga menjadi tantangan serius bagi penegakan hukum.
Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum Brigjen Pol Arie Ardian Rishadi mengatakan perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan internet membuka peluang bagi berbagai bentuk pelanggaran, seperti pembajakan konten digital, penjualan barang palsu, pemalsuan merek, serta penggunaan karya tanpa izin.
"Pembajakan musik, film, perangkat lunak, dan buku digital masih mendominasi pelanggaran KI," ucap Arie dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Selain itu, ia menambahkan, lokapasar atau marketplace dan media sosial juga kerap dimanfaatkan untuk menjual produk tiruan yang melanggar hak cipta dan merek dagang.
Maka dari itu dalam upaya menekan angka pelanggaran KI, DJKI telah memperkuat strategi penegakan hukum dan berkolaborasi dengan berbagai platform e-commerce, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan TikTok Shop.
Sepanjang tahun 2021, sambung dia, Tokopedia menghapus lebih dari 1,4 juta produk ilegal dan menutup lebih dari 25.000 toko yang melanggar KI.
Ia menjelaskan kolaborasi tersebut mencakup perjanjian kerja sama untuk mencegah peredaran barang palsu, program sertifikasi KI, serta edukasi bagi pengelola platform dan pelaku usaha.
Menurut Arie, kerja sama dengan platform digital sangat krusial dalam memastikan pelindungan KI yang lebih efektif. Selain itu, DJKI memanfaatkan teknologi dalam mendeteksi pelanggaran dan memperkuat regulasi untuk menegakkan hukum di era digital ini.
DJKI juga mengajak masyarakat untuk lebih proaktif dalam melaporkan pelanggaran KI. Dalam lima tahun terakhir, laporan yang diterima DJKI berasal dari berbagai platform digital, yang mayoritas terkait penjualan barang palsu dan pembajakan konten digital.
Adapun laporan dapat disampaikan melalui situs resmi DJKI di www.dgip.go.id, fitur pelaporan di lokapasar atau media sosial, serta melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk pemblokiran situs atau akun pelanggar.
Baca juga: Kemenkumham paparkan tantangan kekayaan intelektual pada era digital
Baca juga: KI DKI harap kelurahan sinkronkan aset digital dengan Diskominfotik
Kendati demikian, dirinya mengungkapkan bahwa upaya tersebut menghadapi tantangan besar lantaran anonimitas pengguna internet menyulitkan identifikasi pelaku pelanggaran, sementara rendahnya kesadaran masyarakat serta berkembangnya teknologi pembajakan semakin memperumit situasi.
Untuk itu, DJKI terus meningkatkan pengawasan, memperkuat kerja sama internasional, serta mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) guna mendeteksi pelanggaran dengan lebih efektif.
Sebagai bagian dari penegakan hukum, dia menuturkan sanksi tegas pun diberlakukan bagi pelanggar KI. Pelanggar hak cipta dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar, sedangkan pelanggaran merek dapat berujung pada hukuman 5 tahun penjara dan/atau denda Rp2 miliar.
Platform e-commerce juga menerapkan kebijakan penghapusan produk ilegal dan pemblokiran akun penjual yang terbukti melanggar KI.
Arie menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam melindungi KI demi menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang sehat dan berkelanjutan.
Dia juga mengajak seluruh masyarakat untuk berhenti membeli produk ilegal dan menghargai karya kreator dalam negeri.
"Dengan melindungi KI, kita turut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas yang lebih maju," ucap dia.
Dengan langkah konkret dari DJKI dan dukungan berbagai pihak, dia berharap perlindungan KI di Indonesia semakin kuat, memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak KI, serta mendorong pertumbuhan industri kreatif secara berkelanjutan.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2025