Kemenham dorong perubahan model kemitraan agar tak langgar hak ojol

2 months ago 15

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) mendorong adanya perubahan dalam model kemitraan ojek online (ojol) dari yang diterapkan saat ini agar tidak melanggar HAM para pengemudi ojol di kemudian hari.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kemenham Munafrizal Manan mengatakan model kemitraan antara pengemudi ojol dan penyedia aplikasi yang berlangsung hingga saat ini masih bersifat tidak setara (imbalance power).

"Kementerian HAM berpendapat, model kemitraan seperti versi sekarang tidak boleh diteruskan atau dipertahankan. Apabila masih diteruskan atau dipertahankan, maka itu menjadi wujud itikad buruk perusahaan aplikator untuk sengaja melanggar HAM terhadap para pengemudi ojol," kata Munafrizal di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa.

Hal ini merupakan kesimpulan Kemenham dari tindak lanjut penanganan pengaduan HAM atas permasalahan pengemudi ojol.

Kemenham pada 22 Mei 2025 menerima audiensi para pengemudi ojol yang tergabung dalam Koalisi Ojek Nasional.

Salah satu pokok aduan para pengemudi ojol tersebut ialah praktik hubungan kemitraan yang bermasalah. Mereka merasa model kemitraan yang selama ini dijalankan tidak menciptakan kondisi yang saling menguntungkan.

Baca juga: Wamenhub: Perlu terobosan hukum untuk atasi permasalahan ojol

Kemenham pun menyoroti model kemitraan ojol karena posisi tawar pihak penyedia aplikasi lebih tinggi dan dominan daripada pengemudi. Para pengemudi ojol seperti dikondisikan untuk menerima skema apa pun yang dibuat secara sepihak oleh penyedia aplikasi.

"Adanya sifat imbalance power antara keduanya menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya tidak murni berbentuk kemitraan, tetapi justru berbentuk subordinasi, di mana penyedia aplikasi dalam posisi superior, sedangkan pengemudi ojol dalam posisi inferior," tutur Munafrizal.

Kemenham menegaskan status kemitraan dan pekerjaan pengemudi ojol sebagai "bantalan sosial" tidak boleh dijadikan dalih untuk menghindari kewajiban terhadap hak-hak dasar pengemudi ojol.

Ditegaskan pula bahwa penggunaan istilah "mitra" tidak boleh dijadikan sebagai perisai menghindari kewajiban hukum. Kemenham mendapati adanya kecenderungan perusahaan aplikator ojol memanfaatkan istilah tersebut untuk menghindari kewajibannya sebagai pemberi kerja.

Kondisi tersebut bertalian dengan fakta bahwa aplikasi online telah mengubah tatanan sistem transportasi umum. Aplikator berperan penuh dalam membuat sistem layanan online dari awal hingga akhir sehingga pemerintah tidak dapat mengintervensi sistem tersebut.

"Kementerian/lembaga terkait tidak dapat mengakses data digital perusahaan aplikator karena tidak mempunyai kewenangan, kecuali jika ada laporan yang berhubungan dengan penyalahgunaan data pribadi pengguna aplikasi," ucap Munafrizal.

Baca juga: Ekonom minta pemerintah hati-hati soal kenaikan tarif ojol

Menurut Kemenham, regulasi transportasi online yang ada saat ini memberi celah hukum bagi perusahaan aplikator untuk menempatkan entitasnya dalam posisi yang lebih dominan dan superior dibandingkan pengemudi ojol.

Maka dari itu, Kemenham merekomendasikan kementerian/lembaga terkait untuk memperjelas status perusahaan aplikator sebagai penyelenggara transportasi online yang tunduk pada hukum transportasi umum atau hanya sebagai penyelenggara aplikasi digital yang tunduk pada hukum teknologi digital.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembaruan dalam pemberian izin usaha.

Selain itu, kementerian/lembaga terkait juga direkomendasikan untuk menghadirkan regulasi yang lebih kuat dan komprehensif guna mengatur tata kelola transportasi online yang lebih adil dan humanis, salah satunya dengan menerbitkan regulasi yang mengatur pengakuan dan perlindungan pengemudi.

Regulasi lainnya yang dipandang Kemenham perlu untuk diterbitkan, yaitu pembedaan klasifikasi pengemudi ojol penuh waktu yang berstatus sebagai pekerja dan pengemudi ojol paruh waktu yang berstatus sebagai mitra dengan hak dan kewajiban yang berbeda.

Di sisi lain, Kemenham merekomendasikan pihak perusahaan aplikator ojol untuk memastikan adanya penghormatan HAM dalam kegiatan usaha, yang meliputi hak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak, hak atas perlindungan dari perlakuan diskriminatif, serta hak atas jaminan sosial.

Baca juga: Kemenhub komitmen cari solusi terbaik terkait tuntutan pengemudi ojol

Baca juga: Kemenhub sebut kajian kenaikan tarif ojol memasuki tahap final

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |