Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta peristiwa kebakaran sumur minyak rakyat di Blora, Jawa Tengah, yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia harus dijadikan pelajaran penting agar ke depan tidak terjadi lagi.
"Keterlibatan masyarakat dalam operasi migas memang berbahaya oleh karena itu kejadian tersebut harus jadi pembelajaran berharga supaya tidak ada korban selanjutnya," kata dia di Jakarta, Senin.
Sebelumnya pada 17 Agustus 2025 terjadi kebakaran hebat di sumur minyak rakyat di Desa Gandu Kecamatan Bogorejo Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Api baru bisa dipadamkan pada hari keenam, sementara korban meninggal dunia sebanyak empat orang.
Terkait hal itu Marwan berharap Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, bisa ditinjau ulang.
Kasus kebakaran hebat sumur rakyat di Blora, kata dia, seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh, jika ada yang melanggar harus diberi sanksi selain itu kalau ada aturan yang kurang lengkap harus diperbaiki.
Menurut dia, kebijakan tersebut harus dilengkapi berbagai persyaratan untuk memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai aturan pertambangan, termasuk aspek pertambangan yang baik, good mining practice. Terutama memenuhi aspek-aspek keselamatan kerja.
Marwan membenarkan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 di lapangan sangat sulit, termasuk mengenai aturan bahwa masyarakat hanya boleh menggarap sumur yang sudah ditinggalkan karena tidak layak secara bisnis korporasi, bukan sumur baru, yang belum diekspolitasi oleh BUMN.
"Jadi dalam mengeluarkan izin, seharusnya disertai kelengkapan aspek-aspek yang memang ada kaitannya dengan keselamatan kerja dan kepentingan negara serta BUMN. Begitu juga aspek lingkungan, harus diperhatikan,” kata dia melalui sambungan telepon.
Menurut dia, yang tidak kalah penting yakni keterlibatan pemerintah, pejabat, termasuk BUMN, BUMD dan Pemda, untuk menjamin bahwa aturan sudah dijalankan dengan konsisten sehingga diharapkan tak ada pelanggaran aturan di lapangan.
Secara terpisah, pakar keselamatan kerja Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Juwari sependapat bahwa sumur minyak rakyat memang sangat berbahaya dan harus jadi pembelajaran, untuk itu pengelolaannya harus dibarengi aturan yang ketat, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
”Ya, sangat berbahaya. Harus ada undang-undang atau peraturan yang ketat,” ujar Juwari.
Begitu pula terkait Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, Juwari berharap, agar lebih mengedepankan aspek teknologi dan tata kelola sumur rakyat tersebut.
”Apakah kaidah-kaidah pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan sudah sesuai untuk bahan berbahaya mudah terbakar (migas)?” ucapnya.
Termasuk secara kuantitas, apakah ada batasan maksimal yang boleh dikelola masyarakat. Batasan kuantitas tersebut penting, karena semakin banyak yang dikelola, tentu bahaya semakin meningkat dan potensi kecelakaan kerja semakin besar.
Terkait batasan kuantitas yang dikelola sumur minyak rakyat, Juwari mencontohkan aturan di Negeri Paman Sam terkait industri kimia.
Misal pekerjaan yang mengelola lebih dari 10.000 kilogram bahan kimia, artinya sudah cukup besar dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal.
"Di AS, jika kuantitas tersebut dipenuhi maka harus mengikuti peraturan keselamatan Process Safety Management (PSM)," ujarnya.
Baca juga: IRESS: Pengelolaan ketenagalistrikan selain PLN salahi putusan MK
Baca juga: IRESS: Revisi PLTS Atap tegaskan pemerintah ciptakan keadilan energi
Baca juga: Kebakaran sumur rakyat di Blora, ESDM meningkatkan aspek keselamatan
Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.