Industri sawit tetap kuatkan ekonomi, tapi butuh kepastian hukum

3 hours ago 5
Kalau kita terus jadi price taker, maka sebesar apa pun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan pihak lain...,

Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Universitas Indonesia Eugenia Mardanugraha menilai, industri sawit mampu memperkuat ekonomi nasional sehingga diperlukan kepastian hukum untuk menjaga keberlanjutan usaha dan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia.

"Ketidakpastian hukum yang terjadi pada sektor sawit mengganggu keberlanjutan industri ini secara keseluruhan," kata Eugenia dalam keterangan dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, industri kelapa sawit sepanjang tahun 2024 mencatatkan nilai ekspor mencapai 20 miliar dolar AS sehingga menjadi komoditas non-migas dengan kontribusi devisa terbesar bagi perekonomian Indonesia.

Namun di balik capaian ekspor tersebut, pelaku usaha menilai masih ada tantangan yang harus segera diselesaikan yang berkaitan dengan persoalan kepastian hukum dan ketidakjelasan regulasi pemerintah.

Baca juga: Penuhi pasar Eropa, Menkop perkuat hilirisasi sawit berbasis koperasi

Kepastian hukum dan kestabilan aturan diperlukan untuk arah dan masa depan industri sawit jangka panjang.

Eugenia menilai kondisi ini berbahaya bagi petani kecil yang hanya memiliki lahan sawit seluas 1- 5 hektare dan bergantung sepenuhnya pada hasil kebun mereka untuk hidup.

Petani kecil tidak punya banyak pilihan seperti pengusaha besar, sehingga jika industri sawit terpuruk, mereka adalah pihak pertama yang akan terdampak paling besar akibat krisis tersebut.

Ketidakpastian regulasi dikhawatirkan menghadirkan ekspektasi negatif yang menyebabkan pelaku usaha ragu melakukan investasi, menunda peremajaan tanaman, atau membiarkan lahan sawit menjadi tidak produktif.

Baca juga: Komisi VII DPR RI tinjau Pabrik Kelapa Sawit Adolina Serdang Bedagai

Dia mengusulkan agar regulator membenahi tata kelola sektor sawit, dengan regulasi konsisten, adil, dan berpihak pada keberlanjutan agar melindungi jutaan petani sawit di seluruh Indonesia.

Data Kementerian Pertanian mencatat 73,83 persen dari nilai ekspor pertanian Indonesia berasal dari komoditas kelapa sawit, jauh melampaui kontribusi komoditas lain seperti kopi, karet, dan lainnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik, ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai 21,60 juta ton dengan total nilai sebesar 20 miliar dolar Amerika Serikat bagi negara.

Meski Indonesia menjadi produsen sawit terbesar dunia dengan produksi 46,8 juta ton crude palm oil (CPO), kendali harga internasional tetap berada di tangan Malaysia dan Rotterdam sehingga Indonesia hanya menjadi price taker.

"Kalau kita terus jadi price taker, maka sebesar apa pun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan pihak lain. Ini saatnya Indonesia naik kelas, bukan cuma produsen, tapi juga pemain utama dalam rantai nilai global sawit,” kata Eugenia.

Baca juga: Sawit sumbang devisa Rp440 triliun pada 2024

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |