Jakarta (ANTARA) - Hari Pangan Dunia (World Food Day) diperingati setiap tahun pada 16 Oktober yang bertepatan dengan terbentuknya Food and Agriculture Organization (FAO) pada 1945.
Peringatan hari pangan dunia pada tahun ini terasa semakin relevan bagi Indonesia karena di bawah pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, isu pangan kembali menjadi fokus strategis nasional.
Prabowo-Gibran membuat berbagai program besar yang diarahkan untuk memperkuat kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
Tentu semua sepakat, di tengah semangat besar itu, Hari Pangan Dunia bukan hanya soal perayaan capaian atau program pemerintah, melainkan saat untuk merenungkan kembali makna “pangan” sebagai hak dasar setiap warga negara: hak untuk memperoleh pangan yang cukup, bergizi, terjangkau, dan berkelanjutan tanpa mengorbankan kelestarian sumber daya alam serta kesejahteraan petani.
Baca juga: Mentan dorong PTPN jadi motor pembangunan pertanian-kedaulatan pangan
Serap gabah
Salah satu program utama yang sejak tahun lalu digencarkan adalah penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog. Kebijakan ini patut diacungi jempol dengan sejumlah catatan.
Serap gabah sejatinya langkah strategis untuk memastikan harga dasar gabah tidak jatuh di saat panen raya, ketika pasokan melimpah dan pasar cenderung melemah. Selama ini, fluktuasi harga gabah sering kali membuat petani berada pada posisi paling rentan dalam rantai pasok pangan.
Pada 2025, program serap gabah Perum Bulog mencatat penyerapan sangat signifikan, mencapai 1,88 juta ton gabah hingga Mei 2025.
Angka ini diklaim tertinggi dalam sejarah Perum Bulog. Kebijakan yang mendasari program ini meliputi penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP) tanpa syarat kualitas berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6/2025. Pemerintah memiliki target serapan gabah setara 3 juta ton beras.
Program ini tentu disambut baik petani. Kebijakan pemerintah jelas, berpihak pada petani. Ini dianggap kebijakan yang paling menguntungkan petani pada beberapa era ini.
Namun, harus diakui sebetulnya Perum Bulog berpotensi "babak belur". Karena itu, pemerintah harus melakukan penguatan Bulog agar keberlanjutan Perum Bulog tidak terancam.
Pemerintah harus menyiapkan gudang-gudang Bulog dan peralatan untuk memisahkan gabah berdasarkan kualitas yang telah ditetapkan serta ruang simpan yang mampu menjaga kualitas gabah dan beras.
Hal yang tak kalah penting adalah pemerintah harus memberi jalan keluar yang legal (outlet) untuk distribusi gabah/beras agar terjadi sirkulasi yang lancar arus keluar masuk gabah/beras di Bulog.
Jika hal ini tidak dilakukan, maka Perum Bulog seperti manusia yang terus menerus makan dan minum tetapi sulit buang air kecil, kentut, dan buang air besar. Perut kembung.
Baca juga: Bulog tegaskan komitmen serap gabah demi lindungi petani dan jaga stok
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.