Haji ilegal dan bahaya jalan pintas ibadah

1 week ago 9

Jakarta (ANTARA) - Menunaikan ibadah haji adalah impian setiap Muslim. Namun, karena terbatasnya kuota dan panjangnya antrean, banyak yang tergoda untuk mengambil jalan pintas, termasuk dengan menerima tawaran berhaji tanpa antrean atau melalui jalur nonresmi.

Sayangnya, praktik semacam ini bisa berujung petaka. Di tengah aturan ketat dari Pemerintah Arab Saudi, berhaji melalui jalur ilegal, tidak hanya melanggar hukum, tapi juga berisiko tinggi terhadap keselamatan jamaah.

Sejak awal April 2025, Pemerintah Arab Saudi resmi menghentikan sementara penerbitan visa umrah dan kunjungan bagi warga dari 14 negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini akan berlangsung hingga pertengahan Juni 2025, atau hingga selesainya musim haji.

Langkah ini diambil untuk mengatur arus masuk jamaah dan mencegah praktik ilegal yang kerap terjadi menjelang puncak haji. Otoritas Arab Saudi, bahkan telah menetapkan 13 April 2025 sebagai batas akhir masuknya jamaah umrah ke negara tersebut.

Selanjutnya, semua jamaah umrah diwajibkan meninggalkan Arab Saudi paling lambat 29 April 2025. Setelah tanggal tersebut, tidak ada lagi jamaah umrah yang diizinkan masuk ke wilayah Kerajaan.

Hal ini penting mengingat tren tahun-tahun sebelumnya, banyak orang yang datang ke Saudi dengan visa umrah atau visa kunjungan menjelang musim haji, lalu sengaja "menyusup" agar bisa ikut berhaji.

Mereka tinggal lebih lama dengan harapan bisa membaur dan mengikuti prosesi haji. Praktik ini jelas ilegal, karena hanya pemegang visa haji resmi yang diizinkan mengikuti seluruh rangkaian ibadah haji.

Penegakan aturan

Sebagai bentuk penegakan aturan, Arab Saudi meningkatkan pengawasan dan keamanan secara ketat. Aparat militer diterjunkan, razia besar-besaran dilakukan, dan semua jalur masuk ke Kota Suci Makkah dijaga ketat.

Rumah-rumah warga yang dicurigai menampung jamaah nonhaji pun tidak luput dari pemeriksaan. Jamaah tanpa visa haji resmi bukan hanya dideportasi, tetapi juga bisa dikenai denda besar, dipenjara, hingga masuk daftar hitam yang melarang masuk kembali ke Arab Saudi hingga 10 tahun.

Tahun lalu, sejumlah WNI tertangkap karena melanggar aturan ini. Salah satu kasus menonjol melibatkan ketua DPRD dari satu kabupaten di Jawa yang ditahan dan diadili oleh otoritas Saudi karena mencoba berhaji secara nonprosedural.

Pemerintah Indonesia, melalui Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah, juga telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh WNI untuk berhati-hati dan hanya mengikuti penyelenggara haji resmi.

Konsul Haji KJRI Nasrullah Jasam menyampaikan bahwa pelanggaran terhadap batas waktu tinggal bisa berujung sanksi berat. Perusahaan travel yang gagal melaporkan jamaah yang overstay, misalnya, bisa dikenai denda hingga SAR 100.000 atau setara lebih dari Rp400 juta.

Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi juga menerbitkan aturan tegas soal larangan masuk Makkah tanpa visa haji, berlaku mulai 29 April 2025. Untuk ekspatriat, larangan berlaku sejak 23 April. Hanya individu dengan tempat tinggal resmi di Makkah, pemegang visa haji sah, atau petugas yang bekerja di tempat-tempat suci yang diizinkan masuk.

Mereka wajib mengajukan izin masuk lewat platform resmi, seperti Absher atau Muqeem. Siapa pun yang melanggar, akan ditolak masuk atau langsung dipulangkan.

Selain itu, penerbitan izin umrah melalui platform Nusuk pun ditangguhkan hingga 10 Juni 2025. Warga Saudi, ekspatriat, maupun warga negara Gulf Cooperation Council (GCC) tidak bisa lagi mengajukan izin umrah dalam periode tersebut. Bahkan, hotel-hotel di Makkah dilarang keras menampung tamu yang tidak memiliki visa haji resmi atau izin kerja selama musim haji.

Kebijakan ketat ini bertujuan menjaga keselamatan, kenyamanan, dan keamanan para jamaah haji.

Doktrin

Pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi, puluhan WNI dideportasi dan beberapa orang lainnya dinyatakan bersalah oleh otoritas pengadilan Arab Saudi. Mereka kedapatan menggunakan visa nonhaji dan memakai segala atribut haji palsu.

Mereka yang tertangkap adalah yang telah tinggal sebulan maupun lebih sebelum musim haji dimulai. Jamaah nonprosedural itu bermain "kucing-kucingan" dengan tinggal dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari razia keamanan Saudi.

Puncaknya sebanyak 24 WNI pemenang visa nonhaji ditangkap kepolisian Saudi setelah kedapatan tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen perhajian resmi ketika Miqat di Bir Ali, Madinah.

Setiap orang dari mereka harus merogoh kocek, mulai dari puluhan hingga seratusan juta agar bisa berangkat ke Arab Saudi.

Saat ditanya petugas haji Indonesia dan otoritas keamanan setempat, puluhan WNI tersebut seolah tidak khawatir, bahkan hanya pasrah saja, tanpa menunjukkan kekesalan terhadap pelaku yang membawa mereka.

Mereka meyakini bahwa berhaji adalah panggilan, maka ketika gagal melaksanakan rangkaian ibadah haji merupakan ketetapan Allah Swt,. Diketahui pula, mereka telah didoktrin agar tidak menyalahkan pelaku apabila dalam perjalanan gagal berhaji, lagi-lagi ketetapan Sang Pencipta dijadikan alasan.

Memang benar, bahwa haji merupakan panggilan dan gagal berhaji adalah ketetapan Allah Swt. Namun dengan berangkat tanpa prosedur resmi, justru melanggar nilai-nilai syariat.

Sebab, menjadi jamaah nonprosedural tidak hanya akan menyakiti diri sendiri, tetapi membuat keselamatan jamaah lainnya terancam. Ada sejumlah hal yang dapat merugikan, khusus bagi diri sendiri.

Pertama, apabila tertangkap dan tidak bisa menunjukkan dokumen resmi perhajian, maka ancamannya deportasi, denda, daftar hitam 10 tahun tidak boleh masuk Arab Saudi, hingga penjara.

Kedua, apabila mereka "lolos", mereka tidak akan mendapatkan tenda, transportasi, dan makan saat puncak haji di Arafah, Mudzalifah, dan Mina. Dapat dibayangkan apabila tidak mendapatkan layanan di Armuzna saat kondisi puncak musim panas mencapai 50 derajat Celcius.

Namun jika mereka tetap nekat dengan bergabung dengan jamaah haji resmi, tentu hal tersebut dosa karena telah mengambil hak orang lain, sehingga kemabruran hajinya dipertanyakan.

Ketiga, proses kepulangan yang tidak jelas. Mereka dipastikan akan terkatung-katung di Arab Saudi karena ketiadaan slot penerbangan. Pemerintah Arab Saudi akan fokus sepenuhnya pada penerbangan haji resmi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Saudi melalui KJRI di Jeddah sebanyak 1.301 orang meninggal dunia pada musim haji 2024. Suhu panas ekstrem menjadi salah satu penyebab kematian.

Dari jumlah tersebut, sekitar 83 persennya adalah mereka yang tidak melalui prosedur resmi atau ilegal. Jamaah dengan visa nonhaji banyak yang harus berjalan jauh di bawah terik matahari, tanpa tempat berlindung atau tenda untuk beristirahat.

Hukum

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU Alhafiz Kurniawan mengatakan dalam hukum syar'i pada prinsipnya suatu ibadah atau akad muamalah akan dianggap sah bila memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan berdasarkan syariat.

Demikian juga dengan haji, apabila syarat rukun haji dilaksanakan, maka hajinya tetap sah, termasuk wajib haji yang bila ditinggalkan jamaah dikenakan sanksi dam haji, itu pun hajinya tetap sah.

Adapun haji yang tidak mengikuti prosedur formal yang ditetapkan oleh pemerintah, apabila praktik hajinya dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut syariat, maka hajinya tetap sah.

Hanya saja PBNU tahun lalu memutuskan bahwa meskipun praktik haji ilegal itu sah, tapi berdosa karena yang bersangkutan tidak mematuhi peraturan pemerintah yang mana itu wajib menurut syariat Islam.

Adapun cacat dan dosa berasal dari pelanggaran jamaah atas kewajiban menaati pemerintah dan kewajiban memenuhi kontrak sosial politik dengan pemerintah. Di sini letak dosa jamaah haji ilegal yang menunaikan ibadah haji tanpa visa haji dan tanpa melalui prosedur formal yang ditentukan Pemerintah RI dan juga Arab Saudi.

Mengingat kompleksitas aturan dan risiko yang sangat besar, masyarakat diimbau untuk tidak tergiur tawaran berhaji tanpa antrean. Jalan pintas tidak selalu membawa keberkahan. Sebaliknya, berhaji dengan cara yang sah dan sesuai aturan akan membawa ketenangan dan penuh makna.

Jangan sampai niat suci berhaji justru berujung masalah hukum, deportasi, hingga larangan masuk ke tanah suci.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |