FOMO dan WOM: Strategi penjualan dan pemasaran efektif di era digital

1 hour ago 2
FOMO menciptakan urgensi dan mendorong konsumen untuk segera bertindak, sedangkan WOM menghadirkan validasi sosial yang memperkuat keputusan pembelian

Jakarta (ANTARA) - Banyak pakar pemasaran dan penjualan menekankan pentingnya melaksanakan strategi Fear of Missing Out (FOMO) dan Word of Mouth (WOM) untuk meningkatkan kinerja bisnis, khususnya dalam kampanye digital.

Kendati terlihat sederhana, keduanya menuntut kreativitas, strategi tepat sasaran, dan hasil yang berkelanjutan dari si pengelola penjualan dan pemasaran.

Perkembangan dunia digital dan internet of things (IoT) yang berlangsung dengan pesat, mengakibatkan fenomena FOMO dan WOM menjadi dua strategi bisnis yang banyak dipilih serta menempati posisi penting dalam dunia penjualan dan pemasaran serta komunikasi jenama.

Seiring dengan meningkatnya integrasi kehidupan masyarakat dalam dunia digital, FOMO dan WOM tidak hanya hadir sebagai tren sesaat, tetapi juga terbukti memiliki dampak jangka panjang terhadap perilaku konsumen, keberlanjutan bisnis, serta regulasi yang mengatur industri.

Konsumen kini lebih mudah terpapar pesan pemasaran, lebih kritis, tetapi sekaligus lebih rentan pada dorongan emosional dan sosial yang dibangun oleh strategi FOMO dan WOM ini.

Robert Cialdini, pakar psikologi sosial dan penulis buku laris Influence: The Psychology of Persuasion (2001), menjelaskan bahwa prinsip kelangkaan membuat orang terdorong untuk segera bertindak.

Dalam bukunya, dia menyatakan, prinsip kelangkaan menyatakan bahwa orang cenderung memberikan nilai lebih tinggi pada suatu peluang ketika peluang tersebut semakin terbatas ketersediaannya. Prinsip inilah yang melandasi strategi FOMO dalam pemasaran modern.

Sementara itu, kekuatan WOM berakar pada prinsip bukti sosial atau social proof. Cialdini menyatakan, prinsip bukti sosial menyatakan bahwa kita cenderung menganggap suatu perilaku lebih benar dalam situasi tertentu sejauh mana kita melihat orang lain juga melakukannya.

Dengan kata lain, perilaku konsumen semakin diyakini benar ketika dilihat perilaku itu juga dilakukan oleh banyak orang.

FOMO menciptakan urgensi dan mendorong konsumen untuk segera bertindak, sedangkan WOM menghadirkan validasi sosial yang memperkuat keputusan pembelian. Kedua strategi ini saling melengkapi dan menjadi kunci utama dalam ekosistem pemasaran digital saat ini.​​​​​​​

FOMO sering digunakan dalam promosi berbatas waktu, penawaran eksklusif, atau peluncuran produk terbatas. Rasa takut ketinggalan membuat konsumen tergoda mengambil keputusan lebih cepat, bahkan tanpa pertimbangan panjang.

Di sisi lain, WOM hadir melalui rekomendasi konsumen kepada konsumen lain, melalui lingkaran terdekat dan membangun reputasi merek melalui pengalaman otentik.​​​​​​​

Jonah Berger, profesor pemasaran di Wharton School dan penulis buku Contagious: Why Things Catch On (2013), menegaskan bahwa WOM adalah faktor utama di balik 20 hingga 50 persen keputusan pembelian.

WOM lebih efektif dibandingkan iklan tradisional karena sifatnya lebih persuasif dan terarah. Berger bahkan memperkenalkan enam prinsip STEPPS (Social Currency, Triggers, Emotion, Public, Practical Value, Stories) yang menjelaskan mengapa pesan tertentu menyebar luas dengan WOM sebagai pendorong utama.

Baca juga: FOMO dan WOM strategi pemasaran biaya minim tapi berdampak luas

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |