FK UB pastikan tes MMPI dokter PPDS dilakukan ketat

3 weeks ago 16

Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya memastikan pelaksanaan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) bagi dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) telah dilakukan ketat.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Prof. dr Wisnu Barlianto di Kota Malang, Jawa Timur, Senin, mengatakan penerapan metode MMPI bertujuan menilai kepribadian dan kejiwaan dokter PPDS.

"MMPI ini tes psikologi untuk menilai kepribadian dan psikopatologi, kalau dia tidak lulus maka tidak bisa menjadi dokter spesialis," kata Wisnu.

Wisnu menjelaskan Fakultas Kedokteran UB telah menerapkan metode MMPI untuk menyeleksi calon dokter spesialis sejak sekitar 5-10 tahun lalu.

Baca juga: FK UB dorong penggunaan 3D printing pada bidang ortopedi

Baca juga: Dosen UB: "Domy Brush Suction" solusi efisiensi waktu operasi pasien

Penggunaan MMPI dalam seleksi dokter PPDS didasari hasil ilmiah yang menyatakan bahwa metode ini mampu secara akurat memprediksi kepribadian dan kejiwaan calon dokter spesialis.

"Kami bisa melakukan skrining dan mencegah supaya dia tidak menjadi dokter," ucapnya.

Dia tak menampik bahwa melalui penyaringan ketat itu terdapat dokter PPDS yang tidak mampu lulus, karena hasil tes tak memenuhi sebagaimana ketetapan kriteria.

"Cukup banyak yang tidak lolos MMPI, ada nilai batas lulusnya. Kalau tidak mencapai nilai itu dia tidak lulus," ujarnya.

Tak hanya itu, Wisnu menyatakan selama pendidikan setiap dokter PPDS mendapatkan materi mengenai kode etik kedokteran, salah satunya menyangkut tata cara dan standar operasional prosedur (SOP) pemberian pelayanan pada pasien.

"Di dalam layanan kesehatan itu sudah ada SOP baku, tidak semua PPDS bisa mendapatkan penyerahan pasien," kata dia.

Dokter PPDS tidak bisa langsung melakukan perawatan kepada pasien tanpa adanya pendelegasian dari dokter penanggung jawab.

"Kalau PPDS ini mampu, maka tidak ditinggalkan begitu saja oleh dokter penanggung jawab yang punya pasien, sehingga sifatnya supervisi. Terus juga menyesuaikan dengan kemampuan PPDS itu sendiri," ujarnya.

Selain itu, perihal boleh tidaknya seorang doktor jaga di IGD memasuki ruangan perawatan pasien, Wisnu menuturkan yang bersangkutan seharusnya didampingi oleh seorang perawat.

Bila pasien yang ditangani merupakan wanita, maka perawat pendamping haruslah seorang wanita.

"Itu dilakukan supaya tidak menimbulkan fitnah. Kami selalu mengingatkan kepada teman-teman dokter mengenai ini," tuturnya.

Terkait munculnya beberapa kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter, Wisnu menuturkan bahwa persoalan tersebut terjadi karena ketidakmampuan terduga pelaku menjaga sumpah dan bersikap profesional.

Maka sudah tepat jika setiap kasus dugaan pelecehan seksual diselesaikan melalui hukum.

"Karena sudah masuk ranah kriminal kami sepakat apabila penanganannya dilakukan pihak berwajib, dalam hal ini kepolisian. Tentunya kami dari institusi pendidikan sangat menyayangkan ini," tuturnya.*

Baca juga: UB koordinasi dengan kedutaan terkait mahasiswa asing terseret ombak

Baca juga: Tiga dokter FK UB edukasi kesehatan mata lewat komik

Pewarta: Ananto Pradana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |